BerdasarkanKBBI, cerpen merupakan sebuah tulisan tentang kisah pendek yang isinya tak lebih dari 10 ribu kata, dan berisi tentang seorang tokoh. Sementara itu, menurut Sumardjo dan Saini, cerpen adalah sebuah cerita yang tak benar-benar terjadi pada dunia nyata, ceritanya singkat, serta juga pendek. Contohcerpen kehidupun remaja yang tidak mempunyai orang tua dan harus mengurus adiknya - 17473215 AdityaMayu369 AdityaMayu369 11.09.2018 Buatlah cerpen yang mengangkat kehidupan remaja di daerahmu. Tokoh remaja yang tidak memiliki orangtua namun harus mengurus adiknya. Bagaimana caranya sekolah, mencari nafkah, dan mengurus adiknya. Sudutpandang merupakan cara pandang penulis saat menceritakan kisah di sebuah cerpen. Sudut pandang terbagi menjadi dua macam yaitu sudut pandang orang pertama yang menggunakan kata "aku", dan sudut pandang orang ketiga yang menggunakan kata "dia". 5. Watak. Watak merupakan gambaran sifat tokoh yang ada di cerpen. PenggemarReal Madrid ini tulisan nya juga banyak di muat di beberapa media cetak, seperti buku antalogi, Majalah Kawanku, Harian Analisa, Sumut Pos, Harian Waspada, Suara Merdeka dan lain sebagainya. Cerpen Perjalanan Yang Memberikanku Sebuah Pembelajaran merupakan cerita pendek karangan Rini Wulandari, kamu dapat mengunjungi halaman khusus Ya kurasa dia akan teringat tepuk tangan pertamanya dalam membacakan karya sastra terbaik yang pernah ia buat. Cerpen Karangan: Farani Nabila. Cerpen Letter, Untukku 10 Tahun Yang Akan Datang merupakan cerita pendek karangan Farani Nabila, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. ParagrafDEDUKTIF Gagasan Utama di AWAL paragraf Contoh: Di zaman sekarang anak-anak dan remaja lebih hafal dan akrab dengan budaya luar negeri. Anak-anak sangat familiar dengan cerita Tom and Jerry, Spongebob, Naruto, Avatar (the legend of Ang), serial Barbie, dan cerita lainnya yang biasa disajikan oleh media televisi. Ppi24. Contoh cerpen singkat tentang pendidikan, motivasi, kehidupan, remaja lengkap – Cerita pendek atau cerpen kerap menjadi materi penugasan yang diberikan guru pada siswanya. Pada cerpen tersebut tidak hanya terdapat hiburan saja, tetapi juga nilai-nilai penting untuk diterapkan di kehidupan. Contoh-Contoh Cerpen Singkat Berbagai TemaDaftar IsiContoh-Contoh Cerpen Singkat Berbagai TemaContoh Cerpen Singkat tentang PendidikanContoh Cerpen Singkat tentang KehidupanContoh Cerpen Singkat tentang MotivasiContoh Cerpen Singkat tentang Remaja Daftar Isi Contoh-Contoh Cerpen Singkat Berbagai Tema Contoh Cerpen Singkat tentang Pendidikan Contoh Cerpen Singkat tentang Kehidupan Contoh Cerpen Singkat tentang Motivasi Contoh Cerpen Singkat tentang Remaja Kendala yang seringkali dihadapi penulis cerpen adalah ide yang seringkali sulit didapatkan, padahal penulis sudah berniat mengarang cerita. Sebenarnya ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan agar ide dalam menulis cerpen tetap ada, seperti dengan membaca cerita pendek lainnya, berjalan-jalan, menonton film, atau mengobrol dengan orang lain. Inspirasi bisa kamu dapatkan dari mana pun. Bingung menentukan tema cerpen yang akan ditulis? Ada banyak contoh tema cerpen populer yang bisa kamu coba. Misalnya saja cerpen bertema pendidikan, cerpen tema remaja, cerpen tema kesehatan, cerpen tema keuarga, dan cerpen lain yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Kamu bisa membuat cerpen dengan tokoh nyata ataupun menggunakan imajinasimu dan berkreasi sebebas mungkin ketika menulis. Sebagai referensi, berikut ini contoh cerpen singkat dengan berbagai macam tema. Contoh Cerpen Singkat tentang Pendidikan Mengejar Cita-Cita Suasana pagi itu di rumah Anggara tampak berbeda. Akan ada ujian beasiswa di sekolah. Menurut penuturan kepala sekolah, siswa yang mendapatkan nilai terbaik akan dibiayai hingga menyelesaikan studi di sekolah menengah. Anggara sudah bangun sebelum matahari terbit. Ia harus membantu ibunya menyiapkan bekal yang akan dibawanya ke sekolah. Tentu bukan bekal yang akan ia makan, melainkan bekal yang harus ia jual. Semenjak ayah Anggara meninggal, ibunya lah yang menggantikan peran sebagai tulang punggung keluarga bagi keempat anaknya. “Anggara berangkat dulu, ya, Bu,” ujar Anggara sambil memasukkan makanan yang sudah disiapkan ibunya ke dalam sebuah kantong. “Hati-hati, Nak. Jangan lupa belajarlah dengan baik di sekolah. Ibunya menyalami tangan Anggara. Sepanjang perjalanan ke sekolah, Anggara berusaha mengingat-ingat materi yang diberikan oleh gurunya kemarin. Ia memang sudah belajar materi untuk ujian hari ini, tetapi ia masih kurang percaya diri. Hanya saat berangkat dan pulang lah Anggara bisa fokus mengulang materi karena di rumahnya ia harus membantu ibu dan menjaga adik-adiknya. Ketika malam tiba, Anggara seringkali merasa kelelahan. Tak lama setelah Anggara datang, bel masuk kelas berbunyi. Seorang pria tua masuk ke kelas dan menyapa siswa-siswinya. “Selamat pagi Anak-Anak,” ujarnya dengan suara parau. Sepertinya beliau sudah seharusnya pensiun karena wajah lelah dan guratan keriput di wajahnya tidak bisa membohongi usia. “Selamat pagi, Pak, Ambo,” jawab murid-murid kompak. “Hari ini bapak akan membagikan kertas ujian untuk seleksi beasiswa hingga sekolah menengah. Berusahalah sebaik mungkin tanpa mencontek. Usaha kalian yang maksimal dan jujur akan mendapatkan berkah,” Pak Ambo mulai membagikan soal, “satu lagi. Pendidikan bisa mengubah banyak hal. Mengubah nasib seseorang, meningkatkan derajat orang tua, dan membuat kalian semakin bijaksana. Namun,tidak ada gunanya nilai tinggi dan semua itu kalau tidak ada kejujuran dalam prosesnya,” Murid-murid saling berpandangan sebelum akhirnya fokus pada kertas di depannya. Para murid diberikan waktu selama satu jam untuk menyelesaikan 30 buah soal. Semua murid terlihat fokus meskipun ada satu-dua yang kebingungan. Anggara sendiri nampak tenang sambil menjawab soal-soal. Tidak terbesit apa pun di pikirannya untuk mencontek atau menayakan jawaban pada temannya sekalipun ia merasa kesulitan. Ia yakin ibunya di rumah sedang mendoakannya agar lolos beasiswa dan berhasil mendapatkan kesempatan beasiswa. “Kalau aku dapat beasiswa ini, aku tidak perlu menunda waktu studiku dan bisa membiayai sekolah adik-adik sambil berjualan,” batin Anggara. Sambil menjawab soal, ia berharap bahwa jawaban yang ia tulis seluruhnya benar. Terbayang di benaknya jika ia berhasil dalam seleksi beasiswa, kehidupannya akan membaik. Contoh Cerpen Singkat tentang Kehidupan Pelajaran dari Penjual Dawet “Boleh dibeli, Neng, dawetnya,” ujar seorang bapak tua berkaos lusuh pada Narnia. “Nggak, Pak, terima kasih. Saya bawa bekal minum sendiri,” jawab Narnia. Bapak tua yang ia taksir berusia 70-an tahun itu menunjukkan raut kecewa sambil tertunduk. Narnia jadi tidak enak hati. Melihat pria tua yang berjalan sambil menjajakan dawet dalam plastik, ingatannya kembali ke beberapa tahun yang lalu saat ayahnya masih berjualan buku dari rumah ke rumah. Ia ingat betul ayahnya menangis karena buku yang dibawa tidak laku sama sekali, sehingga ia dan ibunya hanya minum air untuk menahan lapar. Ayah Narnia yang tekun berusaha memperbaiki nasib hingga mereka bisa hidup seperti sekarang. “Dawet…! Dawet…! Seribu lima ratus rupiah,” sayup-sayup suara bapak tua terdengar kian menjauh. Hanya seribu lima ratus, tetapi beliau tak kenal lelah berjalan. Narnia berpikir di zaman yang semua makanan bisa dipesan kilat ini, siapa yang masih tertarik pada dawet keliling? Tapi, jika ia tidak membeli, pasti bapak tua itu akan kesulitan memenuhi kebutuhan keluarganya. Narnia bangkit dari duduknya dan mendekati bapak tua. Untunglah jarak mereka belum terlalu jauh, sehingga Narnia bisa menyusulnya,”Minum saya ketinggalan, Pak. Saya beli dawetnya dua bungkus saja ya,” Wajah penjual dawet mendadak cerah, “Alhamdulillah,” ucapnya lirih, “terima kasih jadi pembeli pertama saya hari ini. Sejak pagi belum ada yang beli,” lanjutnya sambil memilihkan bungkusan dawet yang masih bagus. “Lho, ini sudah sore, Pak,” Kata Narnia. “Iya, sejak ada makanan online dan minuman yang disenangi anak muda, bisnis dawet ikut terdampak. Tapi ya nggak apa-apa. Namanya rezeki sudah ada yang ngatur,” sang pria terlihat pasrah. “Keluarga bapak yang lain bekerja juga?” Narnia menyelidik. “Istri saya sudah meninggal. Anak saya merantau ke Kalimantan tapi sudah tidak pulang beberapa tahun. Mungkin lupa dengan bapaknya,” bapak itu menyeka air mata yang hampir menetes, “tapi hidup harus tetap berjalan. Bapak nggak bisa mengandalkan siapa pun. Allah sudah mengatur rezeki untuk siapa saja yang berusaha,” jelasnya panjang lebar. Narnia mengangguk-angguk mengiyakan. Dibandingkan penjual dawet, hidupnya jauh lebih beruntung. Ia terharu tapi malu jika harus menangis di depan bapak itu. Dikeluarkannya lembaran uang seratus ribuan dari dompet, “Ambil saja sisanya, Pak,” kemudian Narnia segera pergi meninggalkan penjual dawet yang bersujud mensyukuri nikmat di sore itu. Contoh Cerpen Singkat tentang Motivasi Kue Penyemangat Kanya mengemasi adonan di hadapannya. Terlihat berbagai peralatan memasak yang berserakan. Kanya mendesah kesal, “Harus berapa kali lagi aku gagal sampai bisa membuat kue sempurna?” rutuknya. “Masih berusaha bikin kue?” sapa sebuah suara. Kanya menoleh dan mengangguk. Ternyata itu suara ibunya. Wanita dengan banyak keriput di wajahnya itu mengelus rambut Kanya. “Iya, Bu, sedikit lagi akan berhasil, kok,” Kanya meyakinkan ibunya. “Kenapa, sih, nggak coba yang lain aja? Udah beberapa bulan ini Kanya bikin kue terus,” ibunya terlihat sedih. “Kemarin-kemarin Kanya memang gagal, Bu. Tapi Kanya banyak belajar dari kesalahan itu. Kanya nggak asal-asalan lagi kalau bikin adonan, nggak asal menimbang bahan, dan nyobain rasa kuenya dulu sebelum di-oven,” jelas Kanya. “Lha, itu kenapa gosong?” tanya ibu Kanya sambil mencolek hidung anaknya. Ia tahu benar Kanya sedang berusaha memasak kue hingga sempurna agar bisa dititipkan ke toko tetangga. “Tadi Kanya tinggal ke kamar mandi sebentar, Bu. Hehe,” Kanya tersenyum kecut. Kanya memang berniat untuk menjual kue itu dalam jumlah besar agar hutang yang ditinggalkan ayahnya cepat lunas. Tidak hanya itu, Kanya ingin membantu perekonomian keluarganya. Mengapa memilih berjualan kue? Dengan bekal ijazah SD miliknya, Kanya tidak yakin bisa berjuang dengan lulusan Perguruan Tinggi di luar sana. Satu-satunya cara yang terpikirkan olehnya adalah belajar hal baru dan memaksimalkannya. Akhirnya pilihannya jatuh pada usaha bisnis kue. Kanya belajar dari buku, media sosial, dan bertanya pada pegawai toko kue di dekat rumahnya. Usahanya membuahkan hasil karena ia mulai bisa memasak kue kering yang harganya cukup mahal. Kanya sudah berniat untuk memasak kue lagi esok hari. Berbekal semangat dan catatan lengkap, ia mulai mengaduk adonan dan mencetaknya ke cetakan. Senyumnya merekah tatkala menyaksikan hasil kuenya sempurnya. “Sudah enak dan layak jual. Kamu bisa mulai membuat lebih banyak besok dan menjajakannya,” ujar Bu Atun, pemilik toko yang akan ia titipi makanan, ketika Kanya menunjukkan hasil masakannya. Kanya tersenyum lega. Usahanya siang-malam tidak sia-sia. Mulai besok, ia bisa membantu ibunya memenuhi kebutuhan sehari-hari dan yang terpenting melunasi hutang yang ditinggalkan ayahnya. Keyakinannya masih tetap sama. Di mana ada kemauan, di situ lah Tuhan akan menunjukkan jalan. Contoh Cerpen Singkat tentang Remaja Menjauhi Pergaulan Bebas “Pulang sekolah mau langsung ke rumah?” tanya Adin pada Ama setelah jam pelajaran usai. Ama yang sedang memberesi alat tulis dan memasukkannya ke dalam tas menoleh ke arah asal suara. “Langsung pulang. Besok ulangan,” jawabnya dingin. “Minggu lalu nggak ikut kumpul bareng kita. Minggu ini mau bolos nongkrong lagi?” Adin menyelidik. “Aku nggak sempet nongkrong bareng geng, Din. Aku harus bagi waktu buat belajar dan nungguin papa di rumah sakit,” wajah Ama mendadak sedih. Ayahnya baru saja mengalami kecelakaan dan Ama mendapatkan tugas menjaga bergantian dengan ibunya. “Nggak seru, Ma,” Adin langsung berlalu meninggalkan Ama. Ia merogoh sesuatu dari kantongnya dan mengeluarkan korek. Adin merokok. Meskipun jam sekolah sudah selesai, seharusnya siswa tetap menjaga etika dan tidak melakukan hal-hal negatif. Mungkin saja Adin sudah tidak sabar untuk merokok. Ama menghela nafas panjang. Jujur saja, sebenarnya ia tidak menemukan hal positif dari pertemanannya. Ia kira bergabung dengan murid terpintar akan membuatnya terbawa semangat belajar. Tapi ternyata tidak. Ia justru banyak diajak untuk jalan-jalan dan makan di luar, sehingga waktu belajarnya terbuang. Dari kejauhan terlihat Adin menyapa teman-temannya dan bergegas pergi. Ia melihat Ama sebentar sebelum akhirnya membuang muka. “Kok jadi jarang kumpul sama Adin?” tanya Bino memecah lamunan Ama. “Pada lagi sakit, Bin. Hari ini giliranku jagain sambil belajar buat ulangan besok,” jawab Ama. “Bagus, deh. Aku dukung kamu. Kemarin Adin dan temen-temen gengnya beli miras. Nggak tau mereka mau apa,” ujar Bino membuat Ama terperanjat. “Mm..aku duluan, deh,” Ama segera meninggalkan Bino karena terkejut dengan apa yang dikatakannya. Ama tidak menyangka bahwa Adin akan bertindak sejauh itu. Ama pun beranjak dari tempatnya dan berjalan ke rumah sakit. Di sana ada papanya yang sudah menunggu. Sembari menunggu papanya, Ama mengeluarkan buku dan mulai belajar. Tidak sengaja matanya menangkap layar televisi. “Ada apa, Nak?” tanya papa Ama. Ama menatap layar tanpa berkedip. Ada Adin sedang digiring polisi karena membawa minuman keras bersama pelajar lainnya. Mata Ama berkaca-kaca. Untunglah ia menolak diajak tadi. Tidak terbayangkan jika ia menuruti Adin, pasti ia juga sedang berada di sana. Demikian informasi contoh cerpen singkat tentang pendidikan, motivasi, kehidupan, remaja lengkap yang bisa kamu gunakan sebagai referensi. Kamu juga bisa membuat cerpen bertema sama dengan cerita berbeda sesuai kreativitasmu. Perhatikan unsur-unsur penulisan cerpen sekalipun cerpen yang kamu buat cukup singkat. Untuk bagian akhir cerpen, penulis bebas menentukan apakah ada solusi atau sengaja dibuat agar pembaca bisa menafsirkan sendiri kelanjutannya. Semoga bermanfaat. Klik dan dapatkan info kost di dekatmu Kost Jogja Harga Murah Kost Jakarta Harga Murah Kost Bandung Harga Murah Kost Denpasar Bali Harga Murah Kost Surabaya Harga Murah Kost Semarang Harga Murah Kost Malang Harga Murah Kost Solo Harga Murah Kost Bekasi Harga Murah Kost Medan Harga Murah Suka baca cerpen? Yuk, lihat beberapa contoh cerpen singkat dan menarik, beserta pengertian dan strukturnya di artikel Bahasa Indonesia kelas 9 berikut ini! — Sejak kecil, kamu pernah membaca cerita-cerita pendek mengenai putri dan pangeran, nggak? Semua cerita itu sangat seru dan membekas di ingatan sebagian besar orang hingga sekarang. Yap, cerita pendek atau cerpen memang seperti memiliki kekuatan sihir yang membuat kita sulit lupa. Tapi, tahukah kamu apa itu cerpen? Lalu, cerita seperti apa yang dapat kita katakan sebagai cerpen? Nah, supaya nggak bingung, simak pengertian, struktur, beserta contoh cerpen singkat dan menarik berikut ini! Pengertian Cerpen Cerpen atau cerita pendek adalah cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Selain itu, cerpen juga hanya memuat satu alur cerita. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang relatif. Namun, umumnya cerpen merupakan cerita yang habis dibaca sekitar 10 hingga 30 menit. Jumlah katanya sekitar 500– kata. Maka dari itu, cerpen sering juga disebut sebagai “cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk”. Biasanya, cerpen mengangkat persoalan kehidupan manusia secara khusus. Tema cerpen berasal dari persoalan keseharian hingga ke renungan yang dipotret dari kehidupan nyata. Namun, tokoh dan latar bisa direkayasa demi kepentingan keindahan cerita sekaligus membedakannya dari teks pengalaman nyata. Ciri cerpen juga ditandai dengan jumlah karakter yang relatif kecil. Nah, unsur yang ada pada cerpen adalah tema, tokoh dan penokohan, latar, alur dan plot, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Cerpen juga memiliki memiliki struktur dalam penulisannya. Baca Juga Mengupas Cerpen Pengertian, Ciri-Ciri, Fungsi, Struktur, dan Analisisnya Dalam artikel ini, kita akan fokus membahas tentang struktur yang dimiliki oleh cerpen. Apa aja sih struktur cerpen? Perhatikan di bawah ini ya. Struktur Cerpen Struktur cerpen terdiri dari orientasi, rangkaian peristiwa, komplikasi, dan resolusi. Nah, untuk penjelasan lebih lengkapnya, ada di bawah ini! 1. Orientasi Di bagian ini, kamu akan menemukan pengenalan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antartokoh. 2. Rangkaian Peristiwa Kisah akan berlanjut melalui serangkaian peristiwa satu ke peristiwa lainnya yang tidak terduga. 3. Komplikasi Kemudian, cerita akan bergerak menuju konflik atau puncak masalah, pertentangan, atau kesulitan-kesulitan bagi para tokohnya yang memengaruhi latar waktu dan karakter 4. Resolusi Bagian ini akan menceritakan solusi untuk masalah atau tantangan yang dicapai telah berhasil. Pada bagian ini, kamu juga akan mengetahui bagaimana cara pengarang mengakhiri cerita. Oke, setelah kita mengulas kembali mengenai pengertian dan struktur cerpen, berikut ini ada beberapa contoh cerpen singkat. Kita baca sama-sama, yuk! Contoh Cerpen Cerpen berjudul Wanita Berwajah Penyok Wanita Berwajah Penyok Oleh Ratih Kumala Orientasi Seperti apakah rasanya hidup menjadi orang yang tak dimaui? Tanyakan pertanyaan ini padanya. Jika dia bisa berkata-kata, maka yakinlah dia akan melancarkan jawabnya. Konon dia lahir tanpa diminta. Korban gagal gugur kandungan dari seorang perempuan. Hasil sebuah hubungan gelap yang dilaknat warga dan Tuhan. Perempuan yang saat ini disebut “ibunya” bukanlah ibu yang sebenarnya. Dia hanya inang yang berkasihan lalu bergantian menyusui lapar mulut dua orang bayi; bayi berwajah penyok yang dibuang orang di pinggir kampung. Rangkaian Peristiwa Suatu hari yang biasa; siang terang dan wanita berwajah penyok tengah keliling kampung sendiri saat anak-anak kecil sepulang sekolah itu mulai mengekori dan menyambut punggungnya di belakang. Maka, wanita berwajah penyok mengambil sebongkah batu. Tangannya yang dekil melemparkan batu itu ke arah anak-anak. Seorang anak bengal berkepala peyang terkena timpukannya. Membuat jidatnya terluka. Darah segar mengucur dari situ, mengubah seragam putihnya menjadi merah. Dia pulang ke rumah mengadu kepada ibunya, sementara anak-anak lain menjadi takut dan bubar satu-satu. Dengan terpaksa, keluarga wanita berwajah penyok akhirnya memutuskan untuk memasung dirinya pada sebuah ruangan kecil yang tak bisa disebut manusiawi dekat tanah pekuburan. Sejak itu wanita berwajah penyok tinggal di dalamnya. Bulan berganti tahun, tanpa tahu itu malam atau siang. Seperti apakah rasanya hidup dalam sepi? Tanyakan pertanyaan ini kepadanya. Maka, yakinlah jika dia bisa berkata-kata, dia akan melancarkan jawabannya. Tak ada yang benar benar tahu apa yang dia kerjakan di dalam sana walau kadang terdengar suaranya berteriak untuk berontak. Ini hanya menambah ngeri tanah pekuburan. Orang-orang mengira itu suara kuntilanak jejadian penghuni kuburan. Tak pernah ada orang yang benar-benar mendekat. Wanita berwajah penyok telah lupa bahasa tanpa ia pernah benar-benar menguasainya. Andaikata suatu saat dia bisa terbebas dari pasungnya, orang akan bertanya bagaimana ia bisa bertahan hidup? Sebab ia telah menjadi sendiri. Pada malam yang biasanya kelam nan pekat, kini wanita berwajah penyok bisa mendapat segaris cahaya dari celah lubang tadi. Kepalanya didongakkan ke atas, dia bisa melihat rembulan. Bertahun dia tidak melihat rembulan hingga ia lupa bahwa yang dilihatnya adalah rembulan. Untuk pertama kalinya dalam periode tahunan pasungnya, ia merasa bahwa dirinya punya teman. Dia mulai berkenalan. Dengan bahasa yang hanya ia mengerti, ia bercakap-cakap dengan bulan. Dia selalu menunggu teman barunya untuk berkunjung dan bercakap-cakap dengannya setiap malam. Namun, semakin hari bentuk wajah rembulan semakin sempit dan cekung. Mengecil dan terus mengecil hingga hanya menjadi sabit. Air muka rembulan juga semakin pasi. Semakin hari sabit rembulan jadi kembali membulat walaupun wajahnya masih pasi. Saat bulan bulat penuh, wanita berwajah penyok girang sekali sebab ini berarti dirinya berhasil menghibur teman baiknya. Tapi suatu hari rembulan kembali menyabit dan seperti yang sudah-sudah, wanita berwajah penyok tak pernah bosan menghiburnya dengan bahasanya sendiri hingga rembulan bulat penuh. Terus seperti itu. Komplikasi Hingga suatu malam, sehari setelah bulan benar-benar sabit, rembulan tidak datang mengunjunginya. Ia sedih sekali dan mengira rembulan tak mau menemuinya. Malam itu hujan turun deras. Wanita berwajah penyok berpikir bahwa rembulan sedang menangis. Maka dia ikut menangis pula, kesedihan mendalam sahabatnya, dan sekali lagi, dengan bahasa yang hanya bisa dia mengerti, dirinya berusaha membujuk bulan dan menghiburnya. Dia tak pernah bosan. Tetapi, langit tetap hujan, rembulan terus menangis. Tetesan air masuk dari celah atap ruang pasung yang menjadi bocor. Menimpa kepala wanita berwajah penyok dan membuat dirinya kebasahan. Lelah, wanita berwajah penyok tertidur. Ia menggigil hebat tanpa ada orang yang tahu keadaannya. Paginya ia terbangun oleh segaris sinar yang masuk dari celah atap. Sinar kecil itu jatuh ke kubangan air yang menggenang. Dirasakannya tubuhnya demam. Tetapi, begitu dia terbangun yang diingatnya hanyalah rembulan. Resolusi Siang telah menjelang, ini berarti rembulan telah pulang ke rumahnya setelah semalam bersembunyi di balik awan sambil menangis. Ia menyesal tak bisa melihat wajah rembulan malam tadi. Didekatinya genangan air tadi. Genangan yang tak jernih. Ia berwarna coklat karena bercampur debu. Sebuah bayangan ada di sana. la tersenyum dan menemukan wajah rembulan di sana. Lalu dia tertidur tanpa merasa perlu bangun lagi sebab bersama sahabat di dekatnya. Cerpen berjudul Ketika Laut Marah Ketika Laut Marah Oleh Widya Suwarna Orientasi Sudah empat hari nelayan-nelayan tak bisa turun ke laut. Pada malam hari, hujan lebat turun. Gemuruh gelombang, tiupan angin kencang di kegelapan malam seolah-olah memberi tanda bahwa alam sedang murka, laut sedang marah. Bahkan, bintang-bintang pun seolah tak berani menampakkan diri. Nelayan-nelayan miskin yang menggantungkan rezekinya pada laut setiap hari bersusah hati. Ibu-ibu nelayan terpaksa merelakan menjual emas simpanannya yang hanya satu dua gram untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Mereka yang tak punya benda berharga terpaksa meminjam pada lintah darat. Rangkaian Peristiwa Namun, selama hari-hari sulit itu, ada pesta di rumah Pak Yus. Tak ada yang menikah, tak ada yang ulang tahun, dan Pak Yus juga bukan orang kaya. Pak Yus hanyalah nelayan biasa, seperti para tetangganya. Pada hari-hari sulit itu, Pak Yus menyuruh istrinya memasak nasi dan beberapa macam lauk-pauk banyak-banyak. Lalu, ia mengundang anak-anak tetangga yang berkekurangan untuk makan di rumahnya. Dengan demikian rengek tangis anak yang lapar tak terdengar lagi, diganti dengan perut kenyang dan wajah berseri-seri. Komplikasi Kini tibalah hari kelima. Pagi-pagi Ibu Yus memberi laporan, “Pak, uang kita tinggal Kalau hari ini kita menyediakan makanan lagi untuk anak-anak tetangga, besok kita sudah tak punya uang. Belum tentu nanti sore Bapak bisa melaut!” Pak Yus terdiam sejenak. Sosok tubuhnya yang hitam kukuh melangkah ke luar rumah, memandang ke arah pantai dan memandang ke langit. Nun jauh di sana segumpal awan hitam menjanjikan cuaca buruk nanti petang. Kemudian, ia masuk ke rumah dan berkata mantap, “Ibu pergi saja ke pasar dan berbelanja. Seperti kemarin, ajak anak-anak tetangga makan. Urusan besok jangan dirisaukan.” Ibu Yus pergi ke dapur dan mengambil keranjang pasar. Seperti biasa, ia patuh pada perintah suaminya. Selama ini Pak Yus sanggup mengatasi kesulitan apa pun. Sementara itu Pak Yus masuk ke kamar dan berdoa. la mohon agar Tuhan memberikan cuaca yang baik nanti petang dan malam. Dengan demikian para nelayan bisa pergi ke laut menangkap ikan dan besok ada cukup makanan untuk seisi desa. Siang harinya, anak-anak makan di rumah Pak Yus. Mereka bergembira. Setelah selesai, mereka menyalami Pak dan Bu Yus lalu mengucapkan terima kasih. “Pak Yus, apakah besok kami boleh makan di sini lagi?” seorang gadis kecil yang menggendong adiknya bertanya. Matanya yang besar hitam memandang penuh harap. Ibu Yus tersenyum sedih. la tak tahu harus menjawab apa. Tapi dengan mantap, dengan suaranya yang besar dan berat Pak Yus berkata, “Tidak Titi, besok kamu makan di rumahmu dan semua anak ini akan makan enak di rumahnya masing-masing.” Titi dan adiknya tersenyum. Mereka percaya pada perkataan Pak Yus. Pak Yus nelayan berpengalaman. Mungkin ia tahu bahwa nanti malam cuaca akan cerah dan para nelayan akan panen ikan. Resolusi Kira-kira jam empat petang Pak Yus ke luar rumah dan memandang ke pantai. Laut tenang, angin bertiup sepoi-sepoi dan daun pohon kelapa gemerisik ringan. Segumpal awan hitam yang menjanjikan cuaca buruk sirna entah ke mana. la pergi tanpa pamit. Malam itu, Pak Yus dan para tetangganya pergi melaut. Perahu meluncur tenang. Para nelayan berhasil menangkap banyak ikan. Ketika fajar merekah perahu-perahu mereka menuju pantai dan disambut oleh para anggota keluarga dengan gembira. Pak Yus teringat pada anak-anak tetangga. Tuhan telah menjawab doanya. Semua nelayan itu mendapat rezeki. Hari itu tak ada pesta di rumah Pak Yus. Semua anak makan di rumah ibunya masing-masing. Sekali lagi di atas perahunya, Pak Yus memanjatkan doa syukur. Baca Juga Mempelajari Unsur-Unsur Intrinsik Cerita Pendek Cerpen berjudul Kado Istimewa Kado Istimewa Oleh Jujur Prananto Orientasi Bu Kustiyah bertekad bulat menghadiri resepsi pernikahan putra Pak Hargi. Tidak bisa tidak. Apapun hambatannya. Berapapun biayanya. Ini sudah menjadi niatnya sejak lama. Bahwa suatu saat nanti, kalau Pak Gi mantu ataupun ngunduh mantu, ia akan datang untuk mengucapkan selamat. Menyatakan kegembiraan. Menunjukan bahwa ia tetap menghormati Pak Gi, biarpun zaman sudah berubah. Bu Kus sering bercerita kepada para tetangganya bahwa pak Hargi adalah atasannya yang sangat ia hormati. Ia juga mengatakan bahwa Pak Gi adalah seorang pejuang sejati. Termasuk diantara yang berjuang mendirikan negeri ini. Walaupun Bu Kus Cuma bekerja di dapur umum, tetapi ia merasa bahagia dan berbangga bisa ikut berjuang bersama Pak Gi. Rangkaian Peristiwa Akan tetapi, begitulah menurut Bu Kus setelah ibu kota kembali ke Jakarta, keadaan banyak berubah. Pak Hargi ditugaskan di pusat dan Bu Kus hanya sesekali saja mendengar kabar tentang beliau. Waktu terus berlalu tanpa ada komunikasi. Kekacauan menjelang dan sesudah Gestapu serasa makin merenggangkan jarak Kalasan-Jakarta. Lalu, tumbangnya rezim orde lama dan bangkitnya orde baru mengukuhkan peran Pak Gi di lingkungan pemerintahan pusat. Dan ini berarti makin tertutupnya komunikasi langsung antara Bu Kus dengan Pak Gi. Sebab dalam istilah Bu Kus “kesamaan cita-cita merupakan pengikat hubungan yang tak terputuskan”. “Soal cita-cita ini dulu kami sering mengobrolkannya bersama para gerilyawan lain,” demikian kenang Bu Kus. “Dan pada kesempatan seperti itu, pada saat orang-orang lain memimpikan betapa indahnya kalau kemenangan berhasil dicapai, Pak Gi sering menekankan bahwa yang tak kalah penting dari perjuangan menentang kembalinya Belanda adalah berjuang melawan kemiskinan dan kebodohan”. Tapi bagaimanapun, meski Bu Kus tetap merasa dekat dengan Pak Gi, ternyata setelah tiga puluh tahun lebih tak berjumpa, timbul jugalah kerinduan untuk bernostalgia dan bertatap muka secara langsung dengan beliau. Itulah sebabnya, ketika ia mendengar kabar bahwa Pak Gi akan menikahkan anaknya, Bu Kus merasa inilah kesempatan yang sangat tepat untuk berjumpa. Lewat tengah hari, selesai makan siang, Bu Kus sudah tak betah lagi tinggal di rumah. Tas kulit yang berisi pakaian yang siap sejak kemarin diambilnya. Juga sebuah tas plastik besar berisi segala macam oleh-oleh untuk para cucu di Jakarta. Setelah merasa beres dengan tetek bengek ini, Bu Kus pun menyuruh pembantu perempuannya memanggilkan dokar untuk membawanya ke stasiun kereta. Belum ada pukul tiga, Bu Kus sudah duduk di atas peron stasiun. Padahal kereta ekonomi jurusan Jakarta baru berangkat pukul enam sore nanti. Ketergesa-gesaannya meninggalkan rumah akhirnya malah membuatnya bertambah gelisah. Rasanya ingin secepatnya ia sampai di Jakarta dan bersalam-salaman dengan Pak Gi. Berbincang-bincang tentang masa lalu tentang kenangan-kenangan manis di dapur umum. Tentang nasi yang terpaksa dihidangkan setengah matang, tentang kurir Natimin yang pintar menyamar, tentang Nyai Kemuning penghuni tangsi pengisi mimpi-mimpi para bujangan. Ah, begitu banyaknya cerita-cerita lucu yang rasanya takan terlupakan walaupun terlibas oleh berputarnya roda zaman. Peluit kereta api mengagetkan Bu Kus. Ia langsung berdiri dan tergopoh-gopoh naik ke atas gerbong. “Nanti saja, Bu! Baru mau dilangsir!” ujar seorang petugas. Tapi, Bu Kus sudah terlanjur berdiri di bordes. “pokoknya saya bisa sampai Jakarta!” kata Bu Kus dengan ketus. “Nomor tempat duduknya belum diatur, Bu!” ujar petugas itu. “Pokoknya saya punya karcis!” jawab Bu Kus. Komplikasi Dan memang setelah melalui kegelisahan yang teramat panjang, akhirnya Bu Kus sampai juga di Jakarta. Wawuk, anak perempuannya, kaget setengah mati melihat pagi-pagi melihat ibunya muncul di muka rumahnya setelah turun dari taksi sendirian. “Ibu ini nekat! Kenapa tidak kasih kabar dulu? Tanya Wawuk. “Di telegram, kan, saya bilang mau datang,” jawab Bu Kus. “Tapi, tanggal pastinya ibu tidak menyebut,” Wawuk berkata dengan lembut. “Yang penting saya sudah sampai sini!,” ujar Bu Kus. “Bukan begitu, Bu. Kalau kita tahu persis, kan, bisa jemput ibu di stasiun”. “Saya tidak mau merepotkan. Lagi pula saya sudah keburu takut bakal ketinggalan resepsi mantunya Pak Gi. Salahmu juga, tanggal persisnya tidak kamu sebut disurat.” “Ya, Tuhan! Ibu mau datang ke resepsi itu??” “Kamu sendiri yang bercerita Pak Gi mau mantu.” “Kenapa ibu tidak mengatakannya di surat?” “Apa-apa, kok, mesti laporan.” “Bukan begitu, Bu.” Wawuk sendiri ragu melanjutkan ucapannya. “ibu kan… tidak di undang?” “Lho, kalo tidak pakai undangan, apa, ya, lalu ditolak?” “Ya, tidak, tapi siapa tahu nanti ada pembagian tempat, mana yang VIP mana yang biasa.” “Ah, kayak nonton wayang orang saja, pakai VIP-VIP-an segala.” “Tapi yang jelas, saya sendiri juga tidak tahu resepsinya itu persisnya diadakan di mana, hari apa, jam berapa. Saya tahu rencana perkawinan itu cuma dengar omongan kiri kanan.” “Suamimu itu, kan, sekantor dengan Pak Gi. Masa tidak diundang?” “Bukan satu kantor, Bu. Satu departemen. Lagi pula, Mas Totok itu karyawan biasa, jauh di bawah Pak Gi. Itu pun bukan bawahan langsung. Jadi, ya, enggak bakal tahu-menahu soal beginian. Apalagi kecipratan undangan.” “Kan bisa tanya?” Resolusi Wawuk menghembuskan napasnya agak keras. “Ingat, Wuk.” Bu Kus bicara dengan nada dalam. “aku jauh-jauh datang ke Jakarta ini yang penting adalah datang pada resepsi pernikahan putra pak Hargi. Lain tidak.” Baca Juga Kumpulan Contoh Teks Pidato beserta Struktur, Tujuan & Jenisnya Cerpen berjudul Obat Bosan dari Nenek Obat Bosan dari Nenek Oleh Widya Suwarna Orientasi Ayah dan Ibu belum pulang dari kantor. Mbak Asti dan Mas Pur pergi kuliah. Kawan bermain Lili, Oni sedang sakit kuning. Vita, tetangga sebelah sedang pergi ke rumah saudaranya. Nah, tinggal Lili dan Mbok Nah yang ada di rumah. Mbok Nah sibuk menyetrika. Lili merasa kesal dan bosan. PR sudah selesai. Dia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya. Biasanya dia bisa bermain dengan Vita atau Oni. Rangkaian Peristiwa “Sudah, tidur saja Li!” usul Mbok Nah. “Ah, orang tidak mengantuk disuruh tidur!” Lili menggerutu. “Atau main ke rumah Dede? Biar Mbok antarkan!” Mbok Nah menawarkan. “Malas ah, rumahnya jauh. Biasanya jam empat begini dia belum bangun. Dia kan harus tidur siang setiap hari!” Lili menolak. Tiba-tiba Lili mendapat gagasan. Dia pergi ke kamar Ibu dan menelepon Nenek. Sesudah bercakap-cakap sejenak, Lili mulai mengeluh, “Nek, kalau tiap hari begini Lili bisa mati. Bosannya setengah mati. Vita pergi, Oni sakit. Di rumah tak ada siapa-siapa!” “Wah, wah, jangan sebut-sebut mati. Bosan itu kan penyakit yang paling gampang diobati. Sudah setua ini Nenek tak pernah merasa bosan!” “Tentu saja. Cucu-cucu yang tinggal sama Nenek segudang. Di sana kan selalu ramai. Di sini sepi!” “Selalu sepi tidak enak, selalu ramai juga tidak enak. Nah, begini saja. Kamu sabar sebentar. Nenek akan segera datang membawakan obat untuk penyakit bosanmu!” “Baiklah, cepat datang, ya Nek!” kata Lili dengan gembira dan meletakkan gagang telepon. Dalam hati Lili bertanya-tanya seperti apa kiranya obat bosan itu. Kalau berbentuk pil, wah, lebih baik tidak usah saja. Kalau berbentuk permainan, nah ini lebih asyik. Tetapi, mainan pun lama-lama bias membosankan. Sambil menunggu Nenek datang, Lili mendekati Mbok Nah lagi. “Mbok, Mbok, Nenek mau datang membawakan obat bosan. Tahu tidak Mbok, obat bosan itu seperti apa sih?” Mbok Nah tertawa, lalu menggeleng-gelengkan kepala. “Lili, Lili, mana ada sih obat bosan? Ada juga obat batuk, obat sakit perut, obat flu. Kalau Mbok Nah bosan, obatnya sih gampang saja. Stel saja kaset dangdut. Hilang sudah rasa bosannya!” kata Mbok Nah. Sekarang Lili yang tertawa. “Kalau saya sih tambah bosan mendengar kaset lagu dangdut. Kaset lagu anak-anak saja, paling seminggu enak didengar. Sesudah itu bosan saya mendengarnya!” kata Lili. Komplikasi “Ya, sudah. Kesukaan orang kan Iain-Iain. Kita lihat saja nanti, Nenek bawa obat bosan yang bagaimana!” kata Mbok Nah. Empat puluh menit kemudian Nenek datang. Lili menyambutnya dengan gembira. Nenek mengeluarkan beberapa buah buku dari tasnya. “Yaaa, obat bosannya bukuuuu. Lili kan malas baca buku!” seru Lili dengan kecewa. “Hei, kamu belum tahu nikmatnya membaca buku rupanya. Kalau sudah senang membaca, kamu tidak akan pernah merasa bosan lagi. Nah, sekarang coba kamu baca buku yang ini!” kata Nenek sambil memberikan sebuah buku cerita bergambar. “Kalau tebal, malas ah bacanya!” kata Lili dengan segan. “Tidak, ini cuma 24 halaman. Tiap halaman ada gambarnya dan teksnya sedikit. Ceritanya tentang beruang kecil. Bagus, Iho! Anak-anak di berbagai negara sudah membaca buku ini!” Nenek memberi semangat. Resolusi Lili mulai membaca. Eh, ternyata menarik juga. Nenek tersenyum dan berkata, “Kamu sudah kelas empat. Sayang sekali kamu belum mengenal banyak cerita yang bagus. Sebetulnya buku bukan hanya buku cerita, tetapi ada juga buku tentang berbagai pengetahuan. Misalnya kamu mau tahu asal minyak tanah, atau cara kerja tukang pos, atau tentang menanam bunga atau apa saja, semua ada bukunya!” “lya, Nek? Kalau buku cara membuat mainan dari kertas, ada tidak Nek? Itu Iho, seperti membuat perahu, burung. Lili mau baca buku itu kalau ada!” kata Lili. “Tentu saja ada. Nanti, kita bisa cari di toko buku. Nenek akan tunjukkan berbagai macam buku. Sekarang, kamu bisa membaca buku-buku yang tipis ini dulu. Nanti, makin lama kamu akan terbiasa dan senang membaca buku cerita yang lebih tebal. Kalau kamu suka membaca, kamu tak akan merasa bosan. Bermain dengan kawan memang suatu hal yang baik, tetapi kebiasaan membaca juga perlu dipupuk. Nanti kalau kamu menjadi mahasiswi, kamu sudah terbiasa membaca buku pelajaran yang tebal-tebal!” kata Nenek. “Buku ceritanya dari mana, Nek?” tanya Lili. “Nanti Nenek belikan beberapa. Lalu setiap bulan Ibu bisa membelikan satu atau dua buah buku. Kemudian kamu bisa tukar pinjam dengan kawan-kawanmu yang punya buku cerita. Selain itu kamu juga bisa pinjam dari perpustakaan sekolah. Di sekolahmu ada perpustakaan tidak?” tanya Nenek. “Ada. Tapi Lili belum pernah pinjam!” Lili mengaku terus terang. “Lili! Lili! Seharusnya, perpustakaan sekolah dimanfaatkan. Tetapi, baiklah! Sekarang Nenek akan membimbingmu. Nenek akan pinjamkan buku-buku yang menarik, supaya kamu rajin membaca. Sesudah itu berangsur-angsur kamu mulai membaca buku yang banyak teksnya!” kafa Nenek. Selama satu bulan Nenek akan sering datang membawa buku cerita untuk Lili. Sampai akhirnya, bila Lili sudah gemar membaca, Nenek tak perlu lagi membawakan buku-buku cerita. Lili sudah bisa mencari sendiri buku cerita atau pengetahuan yang dibacanya. Yang penting juga, Lili sudah mendapat obat bosan yang ampuh dari Nenek, hingga seumur hidup dia akan bebas dari penyakit bosan. Baca Juga Apa Saja Unsur-Unsur Ekstrinsik Cerpen Itu? Cerpen berjudul Kucing yang Selalu Lapar Kucing yang Selalu Lapar Oleh Lena D. Orientasi “Mengapa kucing mencuri?” tanya Kiki dalam hati. Gadis kecil itu merenung di tepi jendela sambil mendengarkan keributan yang sedang terjadi di sebelah rumahnya. Kiki sudah dapat menduga siapa yang menjadi sumber keributan itu. Pasti kucing itu! Benar saja! Seekor kucing kecil dengan tangkas meloncat ke pagar tembok yang memisahkan rumah Kiki dengan rumah Tante Sali. Mata kucing itu dengan liar memperhatikan sekitarnya. Ekornya berkali-kali dikibaskan ke udara. Rangkaian Peristiwa “Hai….” sapa Kiki. “Mencuri lagi, ya!” Kucing itu hanya menggeram. Matanya nanar waspada. Tiba-tiba saja ia melompat turun. Lalu menghilang. “Kucing sialan!” Tante Sali muncul dari balik pagar. Napasnya memburu. Sebelah tangannya membawa sapu, sebelah lagi berkacak pinggang. “Sialan kucing itu!” “Mencuri apa dia, Tante?” tanya Kiki. “Oh….” Tante yang gemuk itu menoleh. Senyumnya mengembang melihat Kiki. “Tidak, tidak mencuri apa-apa! Tidak berhasil dia! Tapi tiap hari diintip-intip, kan, menyebalkan, Ki!” “Oh…. Tidak berhasil!” Kiki meniru. “Kenapa kucing mencuri, Tante?” “Tentu saja karena ia lapar!” jawab Tante Sali. “Kasih saja kucing itu makan, Tante, biar tidak mencuri lagi!” usul Kiki dengan polosnya. “Enak saja!” Tante Sali merengut. la jadi nampak lucu sekali. Dagunya yang gemuk berlipat-lipat. “Memangnya kucing siapa dia?!” Kucing siapa? Kiki tertegun. Dalam benak gadis kecil itu tak terbayang pemilik kucing yang selalu membuat ulah itu. Kalau tidak berhasil mencuri di tempat Tante Sali, pasti ia beroperasi di rumah sebelah lagi. “Punya siapa, Tante?” tanya Kiki cepat-cepat sebelum Tante Sali berlalu. “Tidak tahu. Kucing liar mungkin,” jawab Tante Sali sambil membalikkan badan. Namun, kemudian dia berbalik lagi. Lalu menjulurkan kepalanya melewati pagar. “Kiki,” panggilnya. “Kenapa tidak main ke rumah Tante? Ayo, anak manis, kok tahan sendirian di rumah! Molly belakangan ini kesepian tidak ketemu Kiki,” kata Tante Sali. Kiki menggeleng. Lalu menutup jendela cepat-cepat sebelum tante yang gemuk itu mendesaknya bermain ke situ. Rupanya Tante Sali tidak tahu bahwa Kiki lagi marah pada Molly, anjingnya itu. Kiki sebal Molly mau seenaknya saja. Kalau ia lagi ingin main, Kiki dikejar-kejarnya. Coba kalau lagi malas, Molly tidak memperdulikannya! Lebih baik bermain dengan si Putih saja! gerutu Kiki dalam hati. Si Putih… Komplikasi “Ngeong… Ngeong….” Terdengar suara kucing. Kiki segera berlari ke luar. Beberapa anak laki-laki sedang menghajar si Putih di rumah sebelah. Ada yang menendang, memukul pakai sapu, dan menarik-narik ekornya. Kucing itu hanya bisa mengeong-ngeong kesakitan. Beberapa kali ia mencoba melarikan diri, tapi tertangkap kembali. Tante Sali menyaksikan itu dengan senang sekali. Bahkan ia menyemangati anak-anak itu. Sedangkan Kiki yang berdiri di sebelahnya berurai air mata. Hatinya yang polos dan lembut tak bisa menerima tindakan semena-mena itu. Ketika Ibu pulang dari bekerja, Kiki mengadu sambil terisak-isak. Ibu menenangkan anak satu-satunya itu dan berjanji. “Kalau Nyonya masak daging, nanti Ibu bawa tulang-tulangnya pulang. Untuk kucing pencuri itu. Biar ia tidak lapar. Biar tidak mencuri lagi,” kata Ibu. Ibu bekerja jadi pembantu di rumah Nyonya Maria. Sejak masih gadis Ibu sudah bekerja di sana. Ibu berhenti bekerja ketika menikah dengan bapak Kiki. Setelah suaminya meninggal, Ibu bekerja kembali di sana. Ketika tahu Ibu sering membawa pulang tulang-tulang ikan untuk kucing, Nyonya Maria malah memberi daging untuk Kiki. Nyonya Maria maklum keluarga kecil itu tentu jarang makan daging. “Wah, daging, Bu!” seru Kiki ketika melihat apa yang dibawa ibunya pulang. “Untuk si Putih?” “Ini gulai. Untuk Kiki saja,” kata Ibu. “Tulang-tulangnya baru kasih si Putih.” “Nyonya Maria baik sekali ya, Bu. Kalau sudah besar, Kiki mau bekerja di sana juga,” kata Kiki. Ia makan dengan lahapnya sambil tak lupa bercerita tentang si Putih. Resolusi Si Putih, kucing pencuri itu, kini menjadi sahabat Kiki. Mulanya memang sulit untuk mendekati Putih. Kucing itu selalu curiga dan waspada. la pasti lari bila didekati. Hanya bila lapar saja, ia mencari Kiki. Karena ia tahu Kiki menyediakan tulang untuknya. Namun, lama-lama kucing itu menyukai Kiki juga. Kiki satu-satunya manusia yang berlaku hangat dan manis padanya. Kini Putih berubah menjadi kucing yang bersih dan manis. Ia tidak lagi kumal, liar, dan sumber keributan. Sampai-sampai Tante Sali pangling melihatnya. “Astaga… Ki, ini kan kucing jahat itu!” serunya terbengong-bengong. “Sudah lama ia tak mencuri lagi!” “Soalnya Putih tak lapar lagi, Tante,” sahut Kiki. “Kiki memberinya makan.” “Ih, baik begitu, Ki!” “Kata Ibu, kucing juga mengerti bila disayang. Kalau Kiki mau baik dan sayang pada Putih, pasti Putih juga baik dan jinak.” Lama Tante Sali termangu. Ia merasa disindir. la malu sekali. Bagaimana mungkin, selama ini ia bisa bersikap begitu kasar terhadap seekor kucing kecil yang kelaparan? Cerpen berjudul Suatu Sisi Dalam Hidupmu Suatu Sisi Dalam Hidupmu Oleh Andriani Orientasi Siang ini begitu teriknya, matahari bersinar tak ada kompromi, menyengat dan membakar bumi, begitu panasnya. Aku berjalan terseok-seok membawa satu bakul nasi, yang harus masih panas, dua termos air panas dan dua lembar kain lap bersih. Ah, emak, kalau bukan karena perintah emak, aku tak akan mau membawa barang berat ini. Tapi emak, emak yang memerintah! Aku tak mau dibilang anak durhaka. Jadi, yah, siang yang panas ini aku harus mengantar pesanan emak. Emak adalah tulang punggung keluarga, kalau tidak ada emak mungkin aku tidak bisa merasakan nikmatnya sekolah, belajar, berteman, dan semua yang menyenangkan. Sedangkan bapak, bapak tidak bisa diandalkan. Setiap hari selalu saja berjudi. Kalau tidak berjudi, ya, tidur molor di rumah. Dia sangat menyebalkan, tapi walaupun menyebalkan dan aku membencinya, dia adalah bapakku. Kasihan emak yang selalu menderita, kadang aku berpikir, coba kalau emak jadi bapak dan bapak jadi emak, mungkin keadaannya akan lebih lumayan. Rangkaian Peristiwa “Aduh…”, tiba-tiba aku menabrak seseorang. Krompyang…krompyang…krompyang, semua bawaanku jatuh berantakan, tapi untung saja bakul nasi sudah kubungkus dan kuikat rapat-rapat, kalau tidak, wah gawat, emak bisa nyanyi nih. Eh, iya, siapa yang kutabrak tadi, ya? Aku mengangkat kepala dan, ya ampun!!! Kerennya, aduh mak, pakai dasi, rapi, necis, waduh-duh! Mesti orang gedongan nih. “Maaf…”, tiba-tiba dia bersuara. Aduh emak, copot jantungku. Waduh, gimana ya, gawat bin gawat nih. Wah, keadaan darurat…, cepat-cepat aku membereskan bawaanku dan cepat-cepat ku ayunkan kakiku, baru beberapa langkah… “Eh, nona, permisi, maaf, aku tadi tidak sengaja”, katanya lagi. “Sudahlah, aku yang salah. Maaf ya, permisi”, kataku kemudian dan akupun berjalan tergesa-gesa meninggalkannya. Dari kejauhan dia masih memanggilku, “Nona, nona tunggu!”, tapi aku tak menggubrisnya. Aku malu! Bagaimana tidak? Dandananku amburadul, dan dia necis. Oh, dia, dia memanggilku nona, hi..hi..hi, lucu juga ya. Seumur-umur baru kali ini aku dipanggil nona. Ah, sudahlah, kalau melamun terus bisa-bisa nanti menabrak lagi. Komplikasi Ah, capeknya, dari tadi siang aku harus membantu emak melayani pembeli. Lumayan banyak sih, sopir-sopir bus, sopir truk, penumpang-penumpang bus. Walaupun setiap hari dapat untung banyak, tetapi kalau aku sih, lebih baik tidak dapat uang daripada capek, tapi gimana lagi ya?! Setiap hari kehidupanku selalu begini, pagi sekolah, siang sampai malam membantu emak. Malam hari, setelah membantu emak, aku belajar. Untungnya, aku tidak mempunyai adik maupun kakak, jadi kasih sayang emak selalu terlimpah padaku. Setiap aku datang ke warung emak untuk membantu, emak sembari melayani pembeli, selalu menanyakan bagaimana keadaanku, tentang sekolahku dan mengenai teman-temanku. Dan akupun selalu menjawabnya dengan antusias dan bersemangat, walaupun aku tahu kalau emak kadang memperhatikan kadang pula tidak mendengarkan, tapi aku peduli, karena dengan bercerita pada emak, aku dapat menumpahkan semua isi hatiku. Aku merasa puas, walaupun aku terlahir dari keluarga yang tak mampu, aku tak menyesal. Aku mempunyai emak yang selalu menyayangiku dan selalu mencukupi kebutuhanku walaupun masih kurang. Ah, itu tidak apa-apa. Tapi aku tak mau menceritakan bapak, karena aku memang tak tau apa yang harus diceritakan, lain halnya jika aku menceritakan emakku. Kalau sedang tidak ada pembeli, kadang aku duduk melamun melihat orang-orang yang bermacam-macam bentuk jenisnya berlalu lalang. Dari orang yang berdasi dan bersaku tebal sampai anak kecil yang tak berbaju. Sebenarnya Tuhan itu Maha Adil, diciptakannya bermacam-macam manusia, ada yang kaya, ada yang miskin, yang kaya harus membantu yang miskin, dan yang miskin harus menghormati yang kaya. Ah, benar-benar komplit. Pada suatu sisi, ada orang yang makan dengan lahap segala makanan yang terhidang di hadapannya, di sampingnya duduk seekor anjing kecil, manis, tapi menurutku menjijikkan juga karena lidahnya yang selalu terjulur keluar dan meneteskan air liur. Si wanita yang mempunyai anjing itu makan dengan lahapnya tanpa memperdulikan sekelilingnya dan setelah selesai, ia memberikan makanan yang belum disentuhnya pada anjing tersebut. Di sisi yang lain, ada seorang gelandangan yang mengais makanan di tong-tong sampah, jika mencari sisa-sisa makanan. Bila mendapatkan sisa makanan, tanpa memperdulikan apakah makanan itu layak atau tidak untuk dimakan, disantapnya dengan lahap. Begitu berbedanya suatu keadaan semacam ini. Kadang, aku berpikir jika aku mempunyai kuasa seperti Tuhan, aku akan mengubah semua keadaan ini. Ah, kubayangkan bagaimana jika yang kaya berubah menjadi miskin dan si miskin berubah menjadi kaya, tak bisa kubayangkan jadinya. Resolusi Adzan Ashar menggema, seiring dengan terdengarnya suara deru mobil di luar, lamunanku menjadi buyar. Ah, kenangan masa lalu dan akupun bangkit serta melihat dari balik gorden jendela. Di luar sana, suamiku bersama anak laki-lakiku yang baru pulang dari les baru turun dari mobil. Suamiku, orang yang kutabrak dulu. Aku tersenyum terkenang masa lalu, betapa indahnya. Aku pun berjalan menyambut mereka. Emak…, suatu kata yang penuh arti untukku. Baca Juga Kumpulan Contoh Teks Laporan Percobaan Singkat & Strukturnya Cerpen berjudul Lukisan Kasih Sayang Lukisan Kasih Sayang Oleh Widya Suwarna Orientasi Pak Saiful, seorang pelukis ternama, mempunyai seorang pelayan yang setia. Namanya Mumu. Biasanya setiap pagi Mumu membawakan perlengkapan melukis Pak Saiful, misalnya kanvas, cat minyak, dan kuas. Ia juga membawakan tikar kecil, air minum, dan makanan. Pak Saiful selalu melukis di tempat yang indah sekaligus mengerikan. Tempatnya di bawah sebatang pohon besar. Di sekitarnya terdapat rumput hijau dan bunga-bunga liar berwarna putih dan kuning. Kupu-kupu dan capung berkeliaran bebas di antara bunga-bunga itu. Kira-kira 15 meter ke arah selatan dari pohon itu terdapat sebuah rawa kecil yang permukaannya ditutupi oleh daun-daun teratai. Bunga-bunga teratai yang berwarna merah jambu menghiasi permukaan rawa itu. Namun, lumpur rawa itu selalu menelan benda apa saja yang terjatuh ke dalamnya, termasuk manusia. Rangkaian Peristiwa Suatu hari Pak Saiful baru saja menyelesaikan lukisannya yang sangat indah. Lukisan seorang anak kecil yang sedang menggendong dan membelai anjing kecil berbulu coklat. Siapa pun yang melihat lukisan itu pasti merasa tersentuh. Anak itu menyayangi anjingnya dan anjing kecil itu pun terlihat senang dalam pelukan si anak. “Mumu, coba ke sini dan lihat lukisanku!” kata Pak Saiful bangga. “Luar biasa, Pak, sangat indah! Pasti laku dengan harga mahal,” ujar Mumu. Kemudian Mumu kembali ke bawah pohon dan menyiapkan makanan dan minuman. Sementara itu Pak Saiful mundur beberapa langkah untuk memandang lukisannya lagi. Oh, semakin jauh jaraknya, lukisan itu semakin indah terlihat. Pak Saiful mundur beberapa langkah lagi dan memandang lukisannya kembali. Rupanya ia tak sadar bahwa ia tepat berada di tepi rawa. Sementara itu Mumu melihat majikannya yang sudah berada di tepi rawa. Alangkah berbahayanya. Bila Pak Saiful mundur selangkah lagi, pasti ia terjatuh ke dalam rawa. Mumu mendekati lukisan di bawah pohon dan mengangkat lukisan itu dari tempatnya. Pak Saiful berlari ke dekat pohon dan berkata dengan marah, “Apa-apaan kamu ini, Mu. Berani-beraninya kamu mau merusak lukisanku, atau mau mencurinya?!” “Maaf, Pak, maksud saya…!” jawab Mumu. Namun Pak Saiful tidak mau mendengar penjelasan Mumu. “Pergi kau dari sini. Aku tidak memerlukan pelayan yang kurang ajar!” seru Pak Saiful dengan wajah merah padam. Terpaksa Mumu pergi. Pak Saiful membereskan alat-alatnya dan membawa perlengkapannya pulang. Uuuh, rupanya berat juga. Komplikasi Esok paginya Pak Saiful membawa lagi lukisannya ke bawah pohon besar. Karena belum puas memandang, hari ini ia akan memandang sepuas-puasnya tanpa diganggu oleh Mumu. Mula-mula Pak Saiful memandang lukisannya dari dekat, kemudian ia memperpanjang jaraknya. Akhirnya ia sudah mendekati tepi rawa. Ia tak tahu di balik pohon besar ada sepasang mata mengawasinya. “Karya hebat. Aku sendiri pun hampir meneteskan air mata memandang lukisan itu. Orang akan tergugah untuk menyayangi binatang. Dan mereka akan berpikir bahwa kasih sayang itu sesuatu yang amat penting dan berharga!” pikir Pak Saiful. Tanpa sadar Pak Saiful mundur lagi dan… oooh… ia terperosok ke dalam rawa. “Tolooong… tolooong!” jerit Pak Saiful dengan panik. Ia sadar bahwa dirinya akan terhisap ke dalam lumpur rawa dan maut akan segera menjemputnya. Saat itulah Mumu muncul sambil membawa tambang. Ia sudah mengikatkan tambang di sebuah pohon besar dekat rawa. “Pegang tambang ini, Pak!” kata Mumu sambil mengulurkan tambang. Lalu Mumu cepat-cepat menarik tambang sekuat tenaga, menarik Pak Saiful dari rawa. Keringat bercucuran di wajah Mumu, namun akhirnya ia berhasil menyeret majikannya keluar dari rawa. Begitu tiba di rerumputan, Pak Saiful pingsan. Resolusi Ketika sadar, ia sudah berada di rumahnya dalam keadaan bersih, Mumu sudah mengurus segala sesuatunya dengan baik. “Terima kasih, Mumu, kamu menyelamatkan nyawaku!” kata Pak Saiful. “Maafkan aku!” “Tidak apa-apa, Pak. Saya senang Bapak selamat. Saya mengangkat lukisan Bapak kemarin karena saya ingin menarik perhatian Bapak. Bapak sudah berada di tepi rawa waktu itu. Saya kuatir Bapak akan jatuh. Tadi saya berjaga-jaga dan menyiapkan tambang karena saya kuatir Bapak asyik memandang lukisan dan terperosok ke dalam rawa!” kata Mumu. Mumu, si pelayan setia mendapat hadiah dan kembali bekerja pada Pak Saiful. Kasih sayang seorang anak pada anjingnya, kasih sayang seorang pelayan pada majikannya membuat Pak Saiful makin menyadari arti kasih sayang. Dan sebagai rasa syukur, Pak Saiful memberikan hasil penjualan lukisan itu pada panti asuhan. Cerpen berjudul Gara-Gara Nenek Lupa Gara-Gara Nenek Lupa Oleh Sarah Nafisah Orientasi Setiap akhir tahun, sekolah Rino libur. Di saat itu, Rino, Ayah, dan Ibu akan naik ke mobil dan berkunjung ke rumah Nenek Ida di desa. Nenek Ida mempunyai ladang. Rino suka sekali berlibur ke desa Nek Ida. Setiap pertengahan tahun, sekolah Rino juga libur. Namun di saat itu, giliran Nek Ida yang berkunjung ke rumah Rino. Begitulah cara keluarga Rino mengatur liburan. Agar tidak bosan, kadang mereka liburan di kota, kadang di desa pertanian. Rangkaian Peristiwa Akan tetapi, di tahun ini, Nenek Ida membuat kesalahan. “Aku yakin, saat ini, giliranku untuk liburan ke kota,” gumam Nek Ida yang mulai pelupa. Pelan-pelan, ia lalu mengemasi baju-bajunya dan memasukkannya ke dalam koper. Pada saat yang sama, ibu Rino juga sedang mengemasi tas. Ibu tampak tidak bersemangat. Sambil menutup tasnya, ibu Rino berkata, “Ibu sebetulnya ingin sekali bisa liburan ke pantai. Sekaliii saja supaya tidak sama dengan tahun-tahun sebelumnya.” Rino dan adiknya langsung berseru setuju. “Aku juga ingin ke pantai, Bu! Jangan ke rumah Nek Ida terus atau cuma berkeliling kota ini. Bosan. Kalau liburan ke laut, kita kan bisa berenang dan menggali pasir. Yah, Ayah, tahun ini kita liburan ke pantai, saja ya?” seru Rino bersemangat. “Tentu saja tidak bisa, sayang,” kata ayah Rino. “Akhir tahun ini, kita akan mengunjungi Nenek seperti biasa. Jangan sampai Nenek kecewa dan bertanya-tanya kalau kita tidak datang. Tahun depan saja kalau mau ke pantai. Supaya Nenek juga sudah diberitahu jauh-jauh hari.” Rino jadi lesu. Namun, kata-kata ayahnya ada benarnya. Nek Ida pasti sedih kalau mereka tidak datang ke pertaniannya. Rino tak ingin membuat neneknya yang baik hati itu jadi sedih. Komplikasi Keesokan harinya, cuaca sangat cerah. Rino, Ayah dan Ibu naik ke mobil. Tak lama kemudian, mereka sudah ada dalam perjalanan menuju peternakan Nek Ida. Di sepanjang jalan yang agak macet dan panas, Rino masih berharap andai mereka bisa berlibur ke pantai. Karena ayah Rino mulai kehausan, ia menepikan mobil di dekat kafe pinggir jalan. Mereka bertiga turun dari mobil. Tiba-tiba, wajah ibu Rino tampak kaget, gembira dan dengan bersemangat menunjuk ke parkiran. “Lihat! Mobil itu mirip mobil Nenek!” Rino dan ayah menengok. Mereka bertiga lalu melangkah pelan mendekati mobil itu. Astaga, itu memang mobil Nek Ida. Nenek bersandar di pintu mobil dan sedang menyeruput jus jeruk. Seketika itu juga, Rino berlari dan memeluk neneknya. Ayah dan Ibu juga memeluk Nenek dan bertanya heran. “Ibu mau ke mana?” tanya Ayah. “Tentu saja mau ke rumah kalian!” kata Nek Ida heran. Namun ia lalu menyadari kesalahannya. “Astaga, harusnya, ini giliran kalian berlibur di pertanian, ya?” serunya. Resolusi Ibu Rino tersenyum cerah. “Tidak apa, Bu! Sekarang, kita buat rencana baru saja. Bagaimana kalau tahun ini kita bikin perubahan. Ibu mau kalau kita berlibur ke pantai?” tanya ibu Rino penuh harap. Wah, tak disangka, wajah Nek Ida berubah sangat ceria. “Tentu saja Nenek mau! Nenek mau bermain air laut!” kata Nek Ida penuh semangat. “Yeeeeeey… Nanti aku temani Nenek main air!” teriak Rino tak kalah girang. Rino, Ayah dan Ibu tertawa geli melihat Nenek dan cucunya yang bersemangat. Kini, ayah Rino sibuk melihat peta jalannya. “Hmmm! Sekarang ini, kita hanya berjarak sembilan mil dari pantai. Jadi, ayo kita ke sana sekarang!” ajak ayah Rino. Di mobil, Nek Ida tertawa dan berkata, “Liburan kita mungkin sudah mulai membosankan dan tercampur aduk. Makanya Nenek sampai lupa harus tetap di pertanian atau mengunjungi kalian! Syukurlah, Nenek membuat sedikit kesalahan!” “Semua orang pernah berbuat kesalahan, Nek. Tapi, kesalahan Nenek ini sungguh menyenangkan!” kata Rino. Mereka semua tertawa lagi. Dan ketika udara pantai yang asin mulai tercium, hati mereka semakin gembira. Cerpen berjudul Nasihat Iko Nasihat Iko Oleh Vanda Parengkuan Orientasi Mama Iko mengajak Iko ke rumah Tante Niken, teman akrab mama Iko sejak SMA dulu. Suami Tante Niken sedang keluar kota. Tante Niken mengundang mama Iko makan malam di rumahnya. Sekalian menemaninya berbuka puasa. Anak laki-laki Tante Niken bernama Rio. la seusia Iko. Dulu, Iko dan Rio sama-sama tukang ngompol. Tapi, sekarang Iko sudah tidak ngompol lagi. Rangkaian Peristiwa “Rio masih ngompol, Tante?” tanya Iko di meja makan. “Tidak!” jawab Tante Niken dan Rio bersamaan. “Wan, Rio pintar, dong, sudah tidak ngompol! Seperti saya!” ujar Iko sok tua. Tante Niken tersenyum geli mendengarnya. “Rio memang sudah tidak ngompol. Tapi ia masih susah makan! Tante jadi pusing! Harus masak apa supaya Rio doyan makan banyak!” keluh Tante Niken. la lalu mengisi piring Iko dan Rio dengan mi goreng. Itu makanan kesayangan Iko dan Rio. Tante Niken sengaja menyiapkannya untuk kedua anak itu. Tapi…, malas makan Rio rupanya sedang kumat! Komplikasi “Ukh! Mi gorengnya tidak enak!” keluhnya sambil memainkan sendok. Padahal menurut Iko, mi gorengnya lumayan enak. “Coba lihat! Rio susah sekali makan! Makanya kurus sekali!” keluh Tante Niken sedih. “Tidak enak, ya, mi gorengnya!” bisik Rio pada Iko. “Dulu juga aku sering tidak mau makan, kalau makanannya tidak enak. Tapi kata papaku, biar tidak enak, anggap saja enak! Nanti jadinya enak betulan!” nasehat Iko berbisik-bisik. “Ah, papamu aneh!” ejek Rio. “Eh, papaku itu hebat! Namanya Pak Tie. Kau harus kenalan dengannya! Supaya kau bisa makan banyak seperti aku!” bantah Iko sambil mulai memelintir mi gorengnya. “Coba lihat! Hebat, kan! Mi goreng bisa diplintir-plintir! Yang lebih hebat lagi…, aku bisa makan mi goreng plintir! Hmmm, nikmatnyaaa…” oceh Iko sambil melahap mi gorengnya. Rio terbingung-bingung mendengar ocehannya. “Makan mi goreng plintir, kok, dibilang hebat?! Apanya yang hebat?!” pikir Rio. Tapi perut Rio tiba-tiba terasa lapar. la tiba-tiba ingin sekali makan mi goreng. Resolusi Diikutinya tingkah Iko. Mi goreng itu diplintir-plintir lalu dilahap. “Hams sambil bilang, hmm…nikmaaat…!” perintah Iko. “Hmmm, nikmaaat…!” tiru Rio sambil mengunyah mi gorengnya. Mama Iko dan Tante Niken tersenyum geli melihat tingkah mereka. “Makan mi goreng plintir! Saktiii…” celoteh Iko lagi. “lya! Saktiii, dahsyaaat…!” Rio mulai ikut-ikut berceloteh. Keduanya tertawa. Mi goring itupun disantap lahap sampai habis. “Nyam nyam nyam! Wuah, jadi enak betulan, ya! Buka puasanya jadi seruuu!!” komentar Rio. “Ck ck ck! Iko, pintar membujuk, ya!” gumam Tante Niken kagum. “Iko cuma mengajar apa yang diajarkan papanya padanya!” ujar mama Iko sambil tersenyum. Beberapa hari kemudian Tante Niken dan Rio datang ke rumah Iko. Mereka membawa sebuah bingkisan. “Sekarang Rio tidak susah makan lagi! Itu karena Iko mengajari Rio cara makan yang nikmat! Nah, ini hadiah untuk Iko!” Tante Niken menyerahkan bingkisan itu pada Iko. Isinya permainan lego yang terbaru. “Asiiik!!” teriak Iko gembira. “Huuu, curang! Harusnya mainan itu buat Papa! Bukan buat Iko! Kan, nasehatnya dari Papa!” goda Pak Tie. “lyaaa, Iko ngalah, deh! Mainan ini buat Papa saja! Tapi sekarang Iko pinjam dulu, ya!” ujar Iko polos. Pak Tie, mama Iko dan Tante Niken terbahak-bahak mendengarnya. Baca Juga Kumpulan Contoh Teks Diskusi Lengkap berdasarkan Strukturnya Cerpen berjudul Kegemaran yang Langka Kegemaran yang Langka Oleh Widya Suwarna Orientasi Ibu Mimi berjualan makanan di depan rumahnya. Banyak pegawai kantor yang datang dan makan di kantin ibu Mimi. Setiap hari, ibu Mimi membeli banyak kaki ayam. Karena ada satu makanan berkuah yang lebih lezat bila dimasak dengan kaki ayam. Nah, kaki ayam ini amat disukai Mimi. Rasanya gurih, legit, dan … pokoknya nikmat. Waktu masih kecil Mimi sering makan 2 buah kaki ayam. Sekarang, setelah kelas V, Mimi bisa menghabiskan setengah lusin kaki ayam. Rangkaian Peristiwa Tetapi, kegemaran Mimi ini nyaris terhenti. Suatu siang, Rita dan Agnes datang saat Mimi sedang makan siang. Di hadapannya ada semangkuk kaki ayam, lengkap dengan cekernya. “Hai, kalian mau makan? Ayo, kita makan. Agnes dan Rita saling berpandangan, lalu tertawa. “Kenapa?” tanya Mimi tetap memegang sepotong kaki ayam. “Aku heran, kamu kok nikmat benar makan kaki ayam. Aku tak pernah mau memakannya!” jawab Rita. “Aku juga. Malah aku baru pernah lihat ada orang suka makan kaki ayam!” tambah Agnes. “Oh, ya? Aku kira banyak orang yang suka makan kaki ayam. Lezat kok. Ah, mungkin kalian berdua saja tidak suka karena belum pernah mencobanya. Cobalah satu!” Mimi menawarkan. Rita dan Agnes menunjukkan wajah jijik. “Aku jadi ingin tahu berapa orang anak di kelas kita yang suka makan kaki ayam!” tiba-tiba Rita berkata. “Baik, besok aku akan menanyakan pada teman-teman kita. Akan kubuktikan cukup banyak orang yang tahu lezatnya kaki ayam!” kata Mimi bersemangat. Komplikasi Esok harinya, Mimi membawa notes kecil dan menuliskan nama-nama kawan sekelasnya yang 37 orang itu. Lalu, ia menanyai mereka satu persatu. Pekerjaan itu tidak sulit. Ia melakukannya sebelum bel masuk berbunyi, waktu istirahat pertama dan kedua. Namun, hasilnya mengecewakan Mimi. Ternyata, tak seorang pun kawan sekelasnya suka makan kaki ayam. Sekarang Mimi mulai ragu-ragu. Jangan-jangan ia yang aneh karena suka makan kaki ayam. Apakah sebaiknya mulai sekarang ia tidak makan kaki ayam lagi? Tetapi, bisakah ia menghentikan kegemarannya itu? Masih tengiang-ngiang di telinganya jawaban kawan-kawannya, “Ih, aku sih jijik.” “Ayam biasanya mencakar di tempat-tempat sampah,” kata Yuli. “Ha, ha, ha, kamu suka makan kaki ayam? Kamu juga suka buntut dan kepala ayam?” goda Dani. “Ih, amit-amit seperti tak ada makanan lain saja!” kata Ine. Resolusi Sepulang sekolah wajah Mimi murung. la tak mengira kegemarannya itu merupakan kegemaran yang langka. “Sudah pulang, Mi? Itu di panci ada kaki ayam,” ujar Ibu. Mimi menggelengkan kepalanya. “Lho, ada apa?” tanya Ibu heran. Mimi menceritakan masalahnya, lalu berkata, “Ibu tak pernah bilang kalau banyak orang tak mau makan kaki ayam!” Ibu tertawa dan berkata, “Memangnya kenapa? Nah, coba kamu jawab pertanyaan-pertanyaan ini. Lalu, kamu ambil keputusan apakah kamu mau meneruskan atau menghentikan kegemaranmu!” “Pertama, kalau kamu suka kaki ayam apakah dirimu menjadi rugi?” tanya Ibu. “Tidak!” jawab Mimi. “Kedua, apakah sikap kawan-kawanmu berubah setelah mereka tahu kamu suka makan kaki ayam?” tanya Ibu lagi. “Tidak!” jawab Mimi. “Ketiga, apakah kalau misalnya si Rita suka makan daun pepaya yang pahit, semua anak di kelas harus mengikuti kegemarannya?” Ibu mengajukan pertanyaan yang terakhir. “Tidak!” jawab Mimi. “Kalau begitu, ambillah keputusan yang terbaik bagimu!” kata Ibu. Mimi tersenyum. Hilanglah keraguannya. la mengucapkan terima kasih pada Ibu, lalu mengambil mangkuk kosong dan pergi ke dapur. Selanjutnya kamu tahu apa yang dikerjakan Mimi, bukan? Baca Juga Cara Menganalisis Unsur Intrinsik Cerpen Cerpen berjudul Kancil dan Buaya Kancil dan Buaya Oleh Syrli Martin Orientasi Alkisah, di sebuah pinggir hutan, terdapat seekor Kancil yang sangat cerdik. Ia hidup di hutan bersama hewan-hewan lainnya, di antaranya ada kerbau, gajah, kelinci, dan masih banyak lagi. Si Kancil selalu mencari makan di pinggiran sungai. Rangkaian Peristiwa Pada suatu hari, ia merasa sangat lapar. Kemudian, si Kancil bergagas pergi untuk mencari makan. Setibanya di tepi sungai, ia melihat sebuah pohon rambutan yang sangat rimbun di seberang sungai. Si Kancil berniat ingin mengambil buah rambutan tersebut, tetapi di dalam sungai terdapat banyak buaya yang sedang mengintai Kancil. Komplikasi Kemudian, para buaya berkata, “Hey, Kancil! Apakah kau sudah bosan dengan hidupmu, sehingga kau datang kemari?”. “Eh… tidak. Aku kesini untuk menyampaikan undangan kepada kalian”, jawab Kancil. Para buaya pun terkejut mendengar perkataan si Kancil. Buaya bertanya, “Undangan apa?”. Lalu, Kancil menjawab pertanyaan para buaya dengan santai. “Minggu depan raja Sulaiman akan merayakan sebuah pesta dan kalian semua diundang dalam acara tersersebut”. “Pesta…?” timpal para buaya dengan mulut menganga. “Iya, pesta. Di sana terdapat banyak makanan. Ada daging rusa, daging kerbau, dan daging gajah pun juga ada.” “Aaaaakh, pasti kau berbohong! Kali ini kau tidak bisa menipu kami lagi!”, buaya menyahut dengan sedikit marah. “Eh tidak-tidak, kali ini aku serius”, jawab Kancil untuk meyakinkan para buaya. “Apa kau yakin…?”, tanya para buaya dengan perasaan khawatir akan ditipu Kancil. “Iya, yakin”, jawab Kancil. “Baiklah, kali ini aku percaya kepadamu”, ujar para buaya. “Nah, sekarang kalian berbarislah dengan rapi, aku akan menghitung berapa jumlah semua buaya yang ada di dalam sungai ini”. Kemudian, para buaya berbaris dengan rapi. Berharap mereka semua akan mendapatkan makanan yang sama rata. Kancil pun mulai menghitung satu persatu buaya yang ada dalam sungai terebut. Setelah sampai di punggung buaya terakhir, Kancil langsung melompat ke tepian sungai. Resolusi Setelah itu, ada seekor tupai yang berkata, “Pesta itu sudah dirayakan minggu lalu, bukan minggu depan. Hahaha!”. Mendengar perkataan tupai, mereka pun merasa tertipu dan sangat marah. Melihat para buaya yang tengah marah, si Kancil malah cengengesan dan menjulurkan lidahnya ke depan. Kemudian, Kancil bergegas pergi dari tepi sungai, dan menuju pohon rambutan yang berbuah lebat itu. Akhirnya, Kancil dapat makan buah rambutan yang dia inginkan. Cerpen berjudul Bendera Bendera Oleh Jelsyah Dauleng Orientasi Setiap tahun, Pak Lurah selalu menyampaikan kepada penduduk untuk memasang bendera sebulan penuh, selama bulan Agustus. Tapi hanya ada satu atau dua keluarga yang di depan rumahnya terpasang tiang bendera. Sudah termasuk Pak Budi yang tidak pernah absen untuk menaikkan bendera merah putih di tiang aluminium. Ia selalu merasa bangga di saat semua orang lupa dengan tanda kemerdekaan itu, meski ia hanya rakyat biasa, ia tetap mengingat. Tapi tahun ini sepertinya agak berbeda. Pak Budi mendapati seorang tetangga yang meminta tukang jahit di pasar untuk dijahitkan bendera merah putih sekaligus bendera hias. Ia harusnya senang, lebih banyak orang lagi yang akan merayakan hari ulang tahun Indonesia. Hanya saja ada masalah lain. Hari ini—tanggal 1 Agustus—sesampai di rumah, sepulang dari pasar untuk menjual sayur-mayur hasil panennya, ia memanggil istrinya. Rangkaian Peristiwa “Bu, bendera mana?” tanya Pak Budi. Hanya saja Bu Tin, istri Pak Budi tidak menjawab. Ia sedang ngambek, belum dikasih uang belanja. “Aku ini belum makan,” katanya tak sesuai dengan pertanyaan Pak Budi. “Memang kenapa tidak makan,” Pak Budi jadi agak kesal. Padahal kemarin ia habis menjala di sungai dan ia yakin di lemari pendingin masih ada ikan, bahkan ada udang. “Bendera mana bu?” tanyanya lagi. “Ada di lemari mungkin, Pak,” putrinya, Ani, yang lalu menjawab. Remaja enam belas tahun itu keluar dari kamar dan mendapati wajah masam kedua orang tuanya. “Memang sudah mau dipasang?” Melihat Ani yang tak sependapat dengan kekesalannya, Bu Tin coba menenangkan diri. Ia lalu bergerak mencari kain yang dimaksud suaminya. Pak Budi menggerakkan kepala. Menarik sudut bibirnya saat Bu Tin kembali ke ruang tengah dengan bendera di tangan istrinya itu. Ia meraih, bendera hias berwarna kuning disingkirkannya dan melihati bendera merah putih yang selalu bangga berkibar pada tiang di depan rumahnya. Hening, untuk beberapa saat. “Bu Tin,” teriak salah satu tetangga dari luar, memecah keheningan. Ia dan lainnya mulai memasang bendera merah putih dan bendera panjang berwarna warni pemberian pak lurah. Bu Tin segera mengerti dan mencoba meraih bendera merah putih dari tangan suaminya, ia terkesiap saat bendera itu tidak terlepas dari Pak Budi. Komplikasi Ani menoleh, seketika mendapati wajah sedih ayahnya. Diingatnya kalimat yang selalu dikatakan ayahnya, “bagi kita bendera ini pertanda kalau kita telah merdeka.” Ia menggigit bibir. Meski mereka hanyalah keluarga sederhana yang kadang sehari dua hari tak ada pemasukan, tapi ayahnya tak ingin berbeda dari warga Indonesia lainnya, selalu ingin ditunjukkannya pada orang-orang bahwa ia juga telah merdeka. Maka saat bendera tanda merdeka ayahnya tak lagi berwarna merah-putih, ia tahu ada kemunduran yang terjadi di keluarga mereka apabila bendera yang sekarang berwarna jingga-putih kekuningan itu tetap berkibar di tiang. “Kita beli yang baru, bu,” kata Pak Budi, lebih pada dirinya sendiri. “Apaan sih, pak? Uang makan saja tidak cukup,” dengus istrinya. “Ini masih bagus, cuman warnanya saja yang agak pudar. Pak Kur yang kaya saja, tahun lalu masang bendera yang jahitannya sudah lepas-lepas. Sini pak,” Bu Tin masih mencoba menarik, tapi masih tak terlepas dari tangan suaminya. “Besok saja dipasangnya, bu,” keputusan Pak Budi membuat Bu Tin mendengus dan keluar menginfokan pada tetangga bahwa ia belum beli yang baru. Resolusi “Kudengar Pak lurah bagikan bendera hias, katanya biar kompak dibanding kelurahan lainnya,” Ani melihat keluar jendela, melihati bendera hias panjang yang bertuliskan nama kelurahan di ujung bawah. Pak Budi duduk. Menghela nafas. “Bukan bendera merah putih,” gumamnya. “Kalau pun ada, lebih baik bapak beli sendiri. Nanti, habis acara tujuh belasan, pasti diambil lagi.” “Kalau ada rezeki, besok bapak bisa beli yang baru,” kata Ani memperbaiki posisi duduknya di kursi kayu di sebelah ayahnya, bersiap mengerjakan tugas yang lebih banyak dari biasanya. “Kalau tidak, pasang yang ada saja. Lagi pula, bendera ini lebih berkesan, sudah bertahun-tahun berkibar.” Pak Budi mencoba tersenyum. Ia yakin sudah bekerja keras setiap tahunnya, tapi sekarang masih belum bisa ganti bendera. Kalau saja ia tak pernah mengatakan pada orang-orang kalau bendera adalah tanda merdeka seseorang, ia mungkin tak pernah merasa malu memasang bendera warna jingga-putih kekuningan ini. Pandangannya lalu tertuju pada cover buku paket Sejarah putrinya di atas meja, dengan gambar candi, beberapa orang berjas, dan juga bendera merah putih. Ah, ia harus bekerja lebih keras dan mencoba menghargai dibanding memberi harga. Cerpen berjudul Kerbau dan Jalak Kerbau dan Jalak Oleh Vara Orientasi Pak Falo adalah seekor kerbau hitam berbadan besar dan mempunyai tanduk yang amat panjang. Hari ini, ia benar-benar gundah. Badannya gatal bukan kepalang. Ia sudah mencoba mengusir rasa gatal itu dengan selalu mengibaskan ekornya. Namun, rasa gatal itu tak juga hilang. Sementara itu, mulutnya terus saja mengunyah rumput hijau yang terhampar di padang luas, sambil sesekali mengo’a karena rasa gatal yang tak tertahankan. Cuit-cuit, cuit-cuit, cuit-cuit, suara si Jali riang gembira. Jali si jalak, burung mungil pemakan kutu yang hampir setiap hari menyanyi di atas pohon di dekat pak Falo biasa makan rumput. Jali biasanya melihat pak Falo yang riang gembira. Namun tidak kali ini, pak Falo hari ini terlihat gundah. Rangkaian Peristiwa “Apa gerangan yang terjadi padamu pak Falo?”, tanya Jali. “Badanku gatal sekali”, jawab pak Falo sambil mengibas-ngibaskan ekornya. Pak Falo sudah mengusir rasa gatal itu dengan mengibas-ngibaskan ekornya, namun usahanya sia-sia. Rasa gatal itu semakin menjadi. “Kamu belom mandi ya?”, tanya Jali. “Rumahku jauh dari sungai, jadi aku jarang mandi”, jawab pak Falo sambil mengusir rasa gatal di badannya dengan mengibaskan ekor. “Pantas saja, pasti badan kamu banyak kutunya, karena kutu-kutu itu suka tinggal di tempat yang kotor”, kata Jali. Pak Falo mengangguk setuju. Pak Falo meminta bantuan kepada Jali untuk menyelesaikan masalahnya. “Baiklah kalo begitu, bersiaplah aku akan selesaikan masalahmu”, kata Jali. Jali pun bersiap untuk terbang. Jali mulai mengambil nafas panjang, menegakkan lehernya, memandang langit, dan dengan secepat kilat, ia terbang tinggi. Kemudian, ia berputar-putar dan tidak berapa lama Jali menukik tajam dari atas ke badan pak Falo. Komplikasi “Hei Jali, apa yang kamu lakukan? Kamu mau membunuhku ya?”, teriak pak Falo sambil berlari menghindari serangan Jali. “Berhenti!!! Jangan lari kamu!”, teriak Jali. “Tidak! Tidak…!! Tidak…..!!!”, teriak pak Falo sambil terus berlari. Jali tak mau kalah, ia terus mengejar pak Falo. Bahkan, jali terbang lebih kencang dari sebelumnya. Pak Falo tidak mau jadi sasaran Jali. Dengan cepat, ia masuk ke dalam hutan dan bersembunyi di balik sebuah batu besar. Jali kehilangan jejak pak Falo. Sambil terengah-engah, Jali hinggap diatas ranting sebuah pohon, memperhatikan keadaan sekitar. Dari balik batu, pak Falo pelan-pelan mengintip, dan pelan-pelan berpindah tempat ke batu yang lain untuk menjauhi Jali. Namun, tanpa sengaja, pak Falo terpeleset dan jatuh, sehingga menimbulkan suara gemuruh yang menyebabkan Jali mengetahui keberadaan pak Falo. “Pak Falo……!”, teriak Jali sambil terbang mengejar pak Falo. “Duh, aku jatuh, habislah aku sekarang”, kata Pak Falo. Jali semakin dekat dengan pak Falo dan tiba-tiba…. “Stop…!!!” Ada suara keras yang mengagetkan mereka berdua. Ternyata, suara itu datang dari Raja Sing, Singa sang penguasa hutan. “Apa yang kalian berdua lakukan. Kalian telah mengganggu istirahatku”, kata Raja Sing. “Jali mengejarku Raja Sing, dia mau membunuhku”, kata pak Falo dengan nada memelas. “Tidak raja, aku bukannya ingin membunuhnya. Justru, aku ingin membantu menyelesaikan masalahnya”, sanggah Jali membela diri. Mereka berdua kemudian berdebat dan saling menyalahkan. “Sudah, cukup. Bila seperti ini terus, kapan akan selesai?” bentak Raja Sing. Mendengar bentakan Raja Sing, akhirnya mereka diam sambil menundukkan kepala. Resolusi “Apa masalahmu Falo?”, tanya Raja Sing. “Aku tadi sedang makan rumput diladang. Aku merasakan tubuhku gatal semua. Kemudian, Jali datang. Dia bertanya kenapa aku bertingkah aneh. Lalu, aku jawab bahwa tubuhku gatal-gatal dan tiba-tiba dia menyerangku. Aku pun lari menghindari serangannya.” “Tapi tubuh Jali kecil, sedangkan kulitmu keras, bagaimana kamu punya pikiran bahwa Jali akan membunuhmu?”, tanya Raja Sing. “Tapi dia tadi menyerangku raja”, kata pak Falo. “Maaf raja, aku bukannya hendak membunuhnya. Justru aku ingin membantunya. Aku melihat banyak kutu ditubuh pak Falo, dan itu adalah makanan kesukaanku. Aku hanya ingin memakan kutu-kutu itu tanpa menyakiti pak Falo”, jelas Jali penuh semangat. Raja Sing pun akhirnya tahu duduk permasalahannya. “Oh, begitu masalahnya. Jadi sekarang sudah jelas kan semuanya. Ayo sekarang bermaafan”, kata Raja Sing. “Baiklah Raja Sing”, mereka berdua menyambut. “Ayo, Jali, segera naik ke punggungku, habiskan kutu-kutu yang ada di tubuhku”, kata pak Falo sambil tersenyum. “Iya pak Falo”, teriak Jali. Pak Falo memakan rumput hijau kesukaannya, sedangkan Jali memakan kutu-kutu yang ada di tubuhnya. Mereka berdua gembira dan menghabiskan hari itu dengan perut kenyang. Sementara Raja Sing kembali ketempat istirahatnya. Baca Juga Cara Menganalisis Unsur Ekstrinsik Cerpen Nah, dengan melihat contoh cerpen singkat tadi, apakah kamu menjadi lebih tahu mengenai pengertian dan struktur cerpen? Kamu juga bisa mulai mencoba menganalisis struktur dari cerpen yang kamu baca sehari-hari, lho. Buat yang belum paham, yuk belajar lewat video beranimasi di ruangbelajar! Selain video belajar beranimasi, ada juga soal latihan beserta pembahasannya dan rangkuman. Referensi Nafisah, Sarah. 2020. Cerpen Anak Gara-Gara Nenek Lupa. Diakses dari pada 7 Oktober 2022. Narakata. 2022. Cerpen Suatu Sisi Dalam Hidupmu Karya Andriani. Diakses dari pada 7 Oktober 2022. Suherli dkk. 2017. Bahasa Indonesia untuk SMA/MA Kelas 11. Jakarta Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud. Trianto, Agus dkk. 2018. Bahasa Indonesia edisi revisi. Jakarta Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud. Toemon, Sylvana. 2018. Lukisan Kasih Sayang. Diakses dari pada 7 Oktober 2022. Martin, Syrli. 2016. Si Kancil dan Buaya dari pada 22 November 2022. Vara. 2014. Kerbau dan Jalak dari pada 22 November 2022. Artikel ini pertama kali ditulis oleh Shabrina Alfari dan telah diperbarui oleh Adya Rosyada Yonas pada 22 November 2022. Dunia remaja menjadi masa yang penting bagi setiap orang. Karena pada tahap itu banyak hal-hal yang terjadi untuk pendewasaan diri. Tak sedikit juga banyak penulis yang menuangkannya dalam cerita pendek. Cerpen remaja menjadi daya tarik sendiri karena mengisahkan masa-masa ini ialah 10 contoh cerpen remaja yang bisa kamu Isi1 Berbeda Jalan2 Radio FM3 Perpustakaan Kota4 Terbalik5 Jono dan Kepala Sekolah6 Ballerina7 Majalah Dinding 8 Nyanyian Seberang Jalan9 Pasar Malam10 NaylaBerbeda JalanSumber composita dari PixabaySari melangkahkan kaki dengan tergesa. Ia sudah terlambat 10 menit dari jadwal busnya hari ini, sehingga ia tertinggal bus jemputan. Ia perlu keluar dari gerbang komplek dan mencari ini semakin sial, tidak ada satupun ojek di pangkalan. Hari Senin seperti ini memang biasanya menjadi sangat sibuk, begitu pun tukang ojek. Di seberang jalan, ia melihat sosok lelaki yang menertawakan raut wajahnya. Sari semakin mendengus kesal, lelaki itu semakin menertawakannya. Dialah dengan motornya mendatangi Sari di seberang Jalan dan menawarkan untuk mengantarnya. Awalnya Sari menolak, karena pasti Ario, teman masa kecilnya akan mengejeknya habis-habisan di jalan. Tapi, di saat tergesa, akhirnya Sari pun menerima ajakan Ario.“Gimana rasanya terlambat sekolah?” Tiba-tiba Ario bertanya saat di perjalanan.“Ya sama aja kayak kamu terlambat ke turnamen lah.” Jawab Sari asal-asalan.“Aku sih gak pernah terlambat turnamen, Sar. Hahaaa”“Bodo amat, cepet ngebut!” Ario pun yang terkekeh kembali mengencangkan memang atlet bulu tangkis yang sudah tidak pernah sekolah umum sejak SMP. Ia memilih fokus untuk menjadi atlet dan memilih home schooling. Dari teman masa kecil Sari, Ariolah yang sudah memantapkan diri menjadi apa yang ia mau. Walau berbeda jalan dengan Sari, Ario selalu menemukan cara untuk menikmati masa di sekolah, Ario mengucapkan,“Belajar yang rajin ya Bu Dokter!” Sari tersenyum, sambil terkekeh. Merasa senang dan puas, entah juga 10 Cerpen Cinta Dengan Berbagai PesanRadio FM“Yuk kita dengarkan lagu Melly Goeslaw, yang berjudul Ku Bahagia’. Selamat Mendengarkan!”Lagu itu dirilis 2002 bersamaan dengan film terfenomenal pada masanya, yaitu Ada Apa dengan Cinta. Kedua ikon itu seolah mengisi masa remajaku saat itu. Dan hari ini, di penghujung 2019, aku berdiri kembali di sekolah ini, dengan radio yang sama, dan lagu yang sama. Aku takjub, ekskul radio ini masih terus bertahan, di tengah banyaknya aplikasi musik di HP siswa zaman tak ada keperluan untuk legalisir ijazah, tak mungkin aku mendengarkan lagi siaran-siaran dari radio sekolah ini. Lagu itu seolah membawaku bagaimana aku masih aktif di radio sekolah dan menghabiskan masa mudaku dengan teman-teman. Masa itu seolah memanggilku lorong sekolah menuju kantor, dahulu tidak ada atapnya. Sekarang dilengkapi atap berwarna biru tua. Memang benar, sekolah ini sudah bermetamorfosis sempurna. Aku jadi teringat ketika dahulu kehujanan basah kuyup dari kantor sampai ruangan kelas sehabis mengantarkan secara tiba-tiba, Pak Mustofa mendatangiku. Pak Mustofa merupakan guru seni yang menjabat juga sebagai pembina radio. Keriputnya kini semakin banyak, tetapi, gaya dan jiwanya tak pernah kelihatan tua. Setelah saling bertukar kabar, ia pun mengantarkanku pula ke ruang TU.“Inikan lagu kesukaan mu sama gengmu, ya, Nay”“Yaampun, Bapak, masih inget aja.”“Mereka pada gimana, Nay sekarang? Resti, Kiki, dan Lia?”“Baik-baik, Pak” Jawabku singkat, “Sepertinya..” jawabku dengan suara jadi teringat mereka bagaimana menghabiskan masa SMA dengan suka duka. Mengerjakan tugas bareng, ke kantin bareng, mengurusi segala hal tentang radio, sampai lulus bareng dan kita masing-masing tak tahu kabar lagi. Entah mengapa aku menjadi rindu hal tersebut. Setelah dari sini, aku putuskan untuk mencari mereka dan mengembalikan masa remajaku. Apapun yang KotaSumber foto composita dari PixabayAku menaiki anak tangga perpustakaan itu. Dengan seragam putih abuku yang sudah lusuh karena seharian aku beraktivitas di sekolah, aku memaksakan untuk menukarkan buku di perpustakaan bercover warna biru putih itu sudah lama belum aku kembalikan. Jika aku menundanya lagi, sudah pasti tunggakanku semakin banyak. Aku tak selesai membacanya karena hanya berisi cerpen remaja yang remeh temeh tentang sampai ke meja pustakawan, terlihat pustakawan sudah siap-siap mau pulang. Segera, aku bilang untuk memberitahu ingin mengembalikan buku. Hanya saja, Ibu pustakawan yang sudah beruban itu bilang,“Diurus sama mas yang itu, ya. Lagi magang dia. Reno, sini No.” Sosok tinggi berusia 20 tahunan itu menghampiri meja pustakawan. “Ibu pulang duluan ya, No. Anak bakal rewel nih”“Ah iya bu,” Lelaki itu hanya tersenyum sopan. Lantas ibu itu pergi keluar dan menyisakan kami berdua.“Bidhari, ya.. tunggakannya ujarnya sambil mengecek di layar komputer. Kuserahkan uang itu kepadanya, lantas ia tersenyum sambil menerima uangku, “Namanya bagus”“Terima kasih, Mas” hanya itu yang bisa kuucapkan. Karena terlalu salah tingkah dengan pujian yang aku terima. Pasalnya baru pertama kali ada yang memuji aku berbalik arah dan mencoba tidak berbalik. Namun, Ia memanggilku dan menyusulku. Ia pun menghalangi jalanku dengan postur tubuhnya.“Kartu perpusnya ketinggalan, Dek” ujarnya sambil tersenyum. Aku kembali kikuk dan mengucapkan terima kikukku terlihat jelas olehnya. Segera kupercepat langkah juga. Namun, saat perjalanan pulang, aku terus memikirkannya. Inikah yang dirasakan para tokoh-tokoh remaja di buku cerpen remaja saat jatuh cinta? Sekarang, aku menjadi tahu apa yang harus kulakukan sesering mungkin ke perpustakaan juga 10 Cerpen Persahabatan Dengan Banyak PesanTerbalikGadis itu terpaku. Matanya sinis terhadap apa yang ia lihat. Ia melihat sosok gadis seumuran dengannya bermanja ria dengan orangtuanya duduk di resto. Ia yang melihat pemandangan dari luar cafe itu hanya bisa berdiam.“Kamu kenapa, Ri?” sapaan temannya menghentikan lamunannya“Gak apa-apa, ayo kita ke rumah Jihan!” Riri ceria kembali dan menyembunyikannya dari berusia 15 tahun itu menguncir rambutnya sambil jalan. Sifatnya yang ceria membuat siapapun senang berteman dengannya. Ia pun disegani guru-guru karena pintar dan sopan. Tapi, tanpa orang-orang sadari, ia memiliki lubang hitam di hatinya yang belum terlihat oleh antara sekolah SMP dan rumah Jihan hanya beberapa meter, alhasil mereka hanya jalan dan masuk ke kompleks rumah. Pada saat perjalanan pulang, Jihan yang berjalan di depan menghentikan langkah.“Ri! Ri! Itu bapak kamu kan?” Jihan menunjuk mobil yang ditumpangi bapaknya Riri. Terlihat juga ada seorang wanita muda yang duduk di jok berdiam lalu kembali berlari ke arah sekolah. Tak mau melewati mobil Ayahnya yang sedang bersama wanita selingkuhan. Sontak teman-temannya pun mengejar, dan merasa kebingungan. Mereka memanggil-manggil Riri, namun tak digubris. Sampai akhirnya di taman sekolah yang sudah sepi, mereka menemukan Riri tersungkur di pojok dinding taman.“Tenang ya, Ri.” ujar Hana“Kita bakal bantu kamu kok apapun yang terjadi.” ujar Jihan sambil memeluk RiriPada hari itu, menjadi hal yang akan diingat oleh Riri. Bahwa masa mudanya tidak selalu berjalan mulus. Akan selalu ada kepedihan yang akan diingat. Salah satunya ialah masalah keluarganya. Untungnya teman-teman Riri bisa diandalkan. Riri pun menjadi tenang dan Kepala SekolahLelaki bertubuh agak gempal itu seringkali memasuki sekolah tanpa atribut lengkap. Ditambah selalu mengeluarkan baju seragamnya. Ia pun berteman dengan anak-anak nakal yang terkadang suka rusuh di sekolah. Tetapi, ia pintar bukan kepalang. Semua orang mengetahuinya saat pertama kali MPLS Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah di SMP ku. Pasalnya, ia adalah orang yang berani bersuara tentang kebijakan MPLS.“Maaf Kak, saya izin bertanya. Untuk apa ya kami disuruh bawa semua barang ini? Apalagi barang-barang ini cukup banyak dan harganya di atas Kalau ada orang yang kurang beruntung, bagaimana?”Kakak-kakak OSIS itu mencoba menjelaskan sedetail mungkin, tapi tetap saja suara riuh peserta MPLS membuat OSIS juga terbungkam. Alhasil, barang-barang yang tadinya dikatakan akan dijadikan hadiah bagi para peserta terbaik, menjadi tidak wajib untuk dibawa oleh peserta. Hanya peserta yang mampu saja yang diwajibkan untuk Jono yang berani mempertanyakan kebijakan itu. Selama MPLS, ia tetap mengikuti peraturan sekolah, hanya saja ia berani mengeluarkan unek-uneknya secara langsung di depan panitia. Setelah seminggu, akhirnya MPLS pun selesai. Saat upacara penutupan, Jono dipanggil ke depan lapangan oleh Kepala Sekolah.“Ananda bernama Jono Laksono, silahkan keluar dari barisan. Dan ke depan”Sontak semua peserta, panitia, dan guru-guru pun saling berpandang. Awalnya Jono ragu untuk mendatangi Kepala Sekolah di depan halaman, namun akhirnya ia memberanikan diri. Orang-orang menyangka, Jono akanditegur atau dihukum karena membantah pada saat MPLS. Tapi, ternyata..“Terima kasih, Jono. Kamu sudah mengkritik beberapa hal yang tidak etis saat adanya MPLS ini.” Pak Kepala Sekolah justru mengucapkan terima kasih di depan semua orang dan sehabis itu menyalami siapa yang memulai, tiba-tiba terdapat tepuk tangan lalu menjadi riuh. Aku ingat saat itu Jono sangat senang. Sampai saat ini, ketika ia berdiri di lapangan lagi karena memenangkan lomba Sains, aku tersenyum. Aku mengingat obrolan dengannya waktu pertama kali bertemu saat MPLS.“Jangan terlalu menilai dari kulitnya. Tidak ada yang tahu, isinya arang atau emas” Ujar Jono kala aku menyempatkan diri untuk berkenalan foto Vladislav83 dari PixabayGadis dengan rambut dicepol itu segera memasuki panggung. Riuh penonton yang hadir membuat semangatnya semakin membahana. Kakinya mulai menjijit badannya meliuk, berputar, dan menari sesuai kursi penonton, ada sosok yang membelalakan matanya. Baru pertama kali inilah ia menonton pertunjukan balet remaja di gedung kesenian. Kalau bukan karena sepupunya yang bernama Anis memaksanya untuk ikut, ia tidak akan berada di tempat itu.“Bang.. bang.. Temenku hebat kan?” Anis yang telah berusia 15 tahun itu bertanya. Padahal, jarak perbedaan usianya hanya dua tahun.“Oh itu, iya” Jawab Abang dingin.“Halah Bang Gifar, kamu takjub juga kan liat penampilannya” Anis menggoda Gifar dengan menyenggol sikutnya. Gifar tak pementasan tunggal itu, Anis mengajak ke belakang panggung. Tentu saja dengan menyeret Gifar. Pada saat itulah Gifar melihat secara langsung dengan jarak dekat mata penari balet itu, yang bernama Kalia. Gadis kecil itu seumuran dengan Anis, tak ada yang aneh, hanya saja mata Kalia memancarkan semangat yang penuh terhadap hal yang disuka, yaitu di perjalanan pulang, Anis tak berhenti mengoceh tentang Kalia. Gifar mendengarnya sayup-sayup karena beradu dengan suara motor lainnya. Anis bercerita, Kalia sudah memenangkan banyak penghargaan balet. Kalia memang sudah sejak dari usia 5 tahun diperkenalkan dengan dalam hati Gifar, ia sangat tersanjung dengan penampilan Kalia. Ada momen menarik ketika Kalia tersenyum, terlebih di atas panggung. Penampilan Kalia membuatnya sadar, bahwa ia belum bisa memancarkan senyum yang tulus terhadap hal-hal yang ia suka. Ia belum mengetahui dan menekuni kegiatan yang menjadi hobinya.“Bang, kamu suka Kalia, kan?”“Hah! Ngarang aja kamu!” Sangkal Gibran lalu mengegas laju motornya. Teriakan Anis membuatnya tertawa dan sejenak melupakan pikiran tentang hobinya dan juga gadis balet juga 10 Contoh Cerpen PendidikanMajalah Dinding Bagaimana cinta pertamamu, apakah berhasil? Saling betukar pandang di jendela kelas dengan malu-malu, memberikan beberapa tangkai bunga dan coklat di kolong meja diam-diam, dan juga belajar bersama di perpustakaan merupakan alibi untuk selalu dekat dengan orang yang kau damba. Begitupun sosok berambut sebahu itu, yang matanya berpendar pertama kali di lorong sekolah saat melihat karya cerpenku di mading. Cerpen remajaku yang kupasang di mading, tak kusangka dibaca olehnya dan membuat matanya berkaca-kaca. Aku yang berada di sampingnya takjub, baru pertama kali aku melihat orang secara langsung terenyuh membaca cerpen ku.“Bagus sekali..” gumamnya kala itu.“Bagian mana yang bagus?” tanyaku“Saat Rana menggapai mimpinya dan jatuh bangun bersama Roni” jawabannya dengan tatapan mata masih menghadap mading. Rana dan Roni adalah tokoh dalam tak menanggapinya lagi. Namun tiba-tiba, ia menghentikan langkahku ketika aku hendak beranjak pergi.“Tunggu, namamu siapa?” tanyanya“Satya.” jawabku pendek“Aku Sinta, kelas 8B” ujarnya cepat, padahal akupun tak saat itu, aku yang ketika awal bertemu bersikap dingin, entah mengapa seperti tersihir matanya. Caranya tersenyum seolah membuat matanya pun ikut tersenyum. Perlahan-lahan aku mulai pura-pura menitipkan coklat di kolong mejanya, mencuri pandang di jendela kelasku yang berseberangan dengan pada semester genap terakhir kelas delapan, di saat perpustakaan kosong, itulah keberanianku pertama kali untuk mengajaknya berhubungan lebih dari teman. Entah mengapa, dengan senyum malu-malu, ia pun menganggukan kepala tanda setuju. Momen itu akan aku ingat seumur bulan berjalan, aku dan dia hendak pulang bersama. Tetiba ia menghentikan langkah tepat di depan majalah dinding. Ia menghadap langsung dan bertanya,“Kamu tahu, kenapa aku mau nerima kamu?”“Kenapa?”“Mungkin karena kamu menulis. Kamu juga kan yang menulis cerpen remaja yang aku baca saat pertama kali kita bertemu?” Penjelasannya membuatku susah berkata-kata. Aku tak pernah bilang kalau aku ialah penulis cerpen di mading hanya tersenyum lalu ia pun membalasnya dengan senyuman kembali. Entah kenapa, aku merasa menjadi orang yang beruntung. Mungkinkah ini dampak dari jatuh cinta pada kali pertama?Nyanyian Seberang JalanSumber foto Gerd Altmann dari PixabayRumah bergaya Belanda itu menjadi tongkrongan anak-anak muda. Pemiliknya ialah sepupuku bernama Angga. Biasanya pada jam 4 sore sampai malam, teman-teman Angga akan berkumpul dan bernyanyi sambil mendendangkan gitar. Rumahnya yang berseberangan dengan rumahku pun terkadang terganggu dengan kelakuan Angga dan teman-teman Angga berusia 12-17 tahun. Yang paling tua bernama Narto, ia bisa dibilang ketua geng di antara mereka. Narto kerap kali mengajak mereka bermain game bersama di sana ataupun hanya memainkan gitar sambil bernyanyi. Terkadang pula, ia menggodaku ketika hendak keluar rumah untuk pergi ke hari, Narto dan ketiga teman lainnya asyik bernyanyi sambil bermain gitar. Tak kutemukan Angga di sana. Entah kemana sepupuku satu itu, mungkin masih di dalam rumah. Apabila aku tidak disuruh pergi membeli telur, sangat malas aku keluar rumah dan bertemu saja aku membuka pintu gerbang, langkah kaki Narto dari seberang jalan mendekatiku. Ia bernyanyi sambil memainkan gitarnya dan menghampiriku dengan menggoda. Teman-teman lainnya pun cekikikan tertawa melihat Narto yang menggodaku. Aku yang risih pun berteriak.“Diam Narto!!” Sontak ia menghentikan nyanyiannya. “Kalian itu ngenganggu tau gak! Tiap hari nyanyi gak jelas, kayak gak ada kerjaan!” teman-temannya pun di seberang jalan mendadak diam. Dan kulihat Angga keluar dari dalam rumah.“Kamu juga, Angga! Suruh mereka pulang kek ke rumahnya masing-masing. Betah banget di rumah kamu kayak parasit!” Bentakku dengan keras. Kulihat mata mereka merenung tak berani aku pergi dari tempat itu dan meninggalkan mereka semua. Tak kusangka, Angga mengejarku. Di lapangan kompleks sebelum ke warung ia meneriakiku.“Wana! Berhenti!”“Apa?” Tanyaku kepadanya“Kamu gak berhak lho marah-marahin temenku kayak gitu. Mereka juga punya amarah yang disembunyikan dan melampiaskannya dengan ngobrol serta main bareng di rumahku. Emangnya salah kalau mereka bersenang-senang sejenak?”“Salah karena mengganggu orang, tau gak!” Bentakku tak mau kalah.“Ridwan sering ditinggal Ibunya tanpa dikasih apapun, Pandu punya masalah dengan kakaknya, dan Narto ia rela bersekolah sekaligus mengamen untuk menambah biaya obat Ayahnya, asal kamu tahu.” Penjelasan Angga membuatku tertegun. “Gak semua yang kamu kira gak berguna, gak ada nilai, Wan.” Perlahan Angga pun berbalik dan aku pergi ke warung dan berusaha tidak memedulikan omongan Angga. Tapi nyatanya, omongan Angga mengusik pikiranku. Selepas kembali dari warung, kulihat Narto dan lainnya sudah berdiri di depan rumahku. Mereka meminta maaf. Hal itu membuatku terenyuh. Segera aku pun meminta maaf kepada mereka. Rupanya dengan beberapa pengertian, segala hal menjadi MalamGulali berwarna merah muda itu mereka beli dengan sisa uang yang mereka punya. Sehabis menaiki komedi putar yang tiang-tiangnya sudah berkarat, mereka sepakat untuk menyudahi main wahana malam orang gadis remaja itu menikmati gulali merah di bangku pasar malam. Ada Rana yang selalu memakai bando untuk menghias kepalanya, ada Nina dan Nani si kembar identik yang menjadi pembeda adalah tahi lalat di sebelah pipi kiri pada Nina dan tahi lalat sebelah pipi kanan pada Nani, dan yang terakhir ialah Shila si anak bungsu yang selalu dimanja membawa handphone satu pun, mereka bebas melakukan dan bermain di pasar malam tanpa diganggu oleh panggilan dari orang tua ataupun dari orang lain. Lalu, mereka pun berbincang tentang yang sudah terjadi ataupun yang belum terjadi.“Tahu gak dosa kita apa? Dulu, kita sering iseng ke Pak Sadeli, asisten mamanya Shila. Gara-gara dia selalu pakai celana panjang batik kedodoran, hahha!” tiba-tiba Rana memulai perbincangan.“Haha bener, aku inget banget. Nina hampir mau ketangkep kan sama Pak Sadeli?” Shila menimpali“Enak aja, itu Nani tau, bukan aku! Aku kan larinya cepet!” Nina menyangkal“Tapi Pak Sadeli sabar deh ngadepin usilnya kita” ujar Nani sambil melahap gulali yang tersisa.“Untungnya aja, sekarang kita gak usil. Nanti di sekolah baru, kita bakal tetep kompak ga, ya?” tanya Rana“Pokoknya, harus! Diusahakan aja tetep ada komunikasi dan kumpul tiap jam istirahat, gimana?” Shila menjawabnya dengan semua pun mengangguk. Shila yang biasanya menjadi anak manja di rumah, selalu bisa mengajak dan menuntun teman-temannya itu. Di pasar malam, mereka mengikrarkan sesuatu pada ingatan masa anak-anak mereka, dan menyambut segala hal baru di depan mata mereka.“Untuk ingatan masa kecil dan ramalan masa depan,”“Yeay! Yeay! Yeayyyy!!”NaylaSumber foto Free-Photos dari PixabaySaat aku membuka tas sekolahku di kamar, lukisan dalam kertas tanpa nama itu berada di dalam tasku. Lukisan yang menggambarkan seorang putri pirang menghadap ke telaga berwarna biru. Entah siapa yang memasukannya, aku pun tak berikutnya, aku mendapatkan lukisan lagi di dalam tasku seusai pulang sekolah. Lukisan itu menggambarkan seorang putri berambut pirang yang sendirian menatap kue ulang tahun. Segera aku keluar kamar, tak ada siapapun di rumah. Lagipula aku sudah biasa sendirian di rumah. Tak ada orang tua, tak ada teman-teman. Namun tiba-tiba.“Happy birthday to you.. Happy birthday to you.. Happy birthday Nayla..” Suara nyanyian itu berasal dari suara ibuku yang single parent, dan juga satu-satunya temanku, yaitu yang berada di tasku ialah buatan ibuku sendiri. Tak pernah kutahu, Ibuku kembali melukis setelah bercerai dengan Ayah. Aku menangis terharu. Tak kusangka orang-orang yang aku sayangi mengingat ulang tahunku banyak orang bilang, sangatlah beruntung apabila ulang tahun ke 17 dirayakan dengan orang-orang spesial. Dan aku merasa aku mendapatkan hari spesial itu. Hari dimana aku akan mengingat momen beruntung, walau tak seperti orang-orang lain yang dirayakan dengan meriah dengan teman-teman yang banyak. Aku memiliki Andini yang mau menjadi tempat curhatku dari SMP. Ialah yang mengisi masa remajaku. Dan aku mempunyai Ibu walaupun menjadi single parent ia tetap menyeimbangi karir dan bahagia menjadi Nayla yang sesungguhnya dan juga Cerpen Kehidupan Dengan Banyak PesanBegitulah 10 contoh cerpen remaja yang bisa menjadi referensimu. Secara umum, mengisahkan masa-masa remaja. Semoga terbantu, ya. AAAnonim A11 Oktober 2021 0226Pertanyaan4330Belum ada jawaban 🤔Ayo, jadi yang pertama menjawab pertanyaan ini!Mau jawaban yang cepat dan pasti benar?Tanya ke ForumBiar Robosquad lain yang jawab soal kamuTanya ke ForumRoboguru PlusDapatkan pembahasan soal ga pake lama, langsung dari Tutor!Chat TutorTemukan jawabannya dari Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!Klaim Gold gratis sekarang!Dengan Gold kamu bisa tanya soal ke Forum sepuasnya, Cerpen Remaja – Saat ini genre cerita pendek atau lebih sering disebut cerpen sudah sangatlah banyak, salah satunya cerpen remaja yang populer. Semua itu karena cerpen ini memiliki cerita yang ringan namun tetap seru dan asik untuk dibaca. Sehingga banyak kalangan mulai dari muda hingga tua dapat menikmati cerita ini. Tentu saja hal itu karena cerpen dengan genre remaja sudah memiliki banyak variasi yang dapat dipilih, sehingga tidak akan menimbulkan kebosanan. Justru pembaca akan merasakan terbawa oleh alur cerita yang remaja banget. Hal itulah yang membuat cerpen seperti ini banyak di cari. Berikut cerita remaja yang dapat dijadikan referensi membaca 1. Cerpen Remaja Romantis Saat ini kisah romantis memang memiliki cukup banyak peminatnya, semua itu karena kisah cintanya yang akan membuat pembaca berasa terbawa dalam keromantisan. Berikut cerpen remaja romantis yang dapat jadi referensi membaca Cerpen Remaja Romantis Plester Cinta Bola basket sedang memantul kesana-kemari mengikuti arahan tangan remaja yang sedang asik berebut dan berlari. Sorak-sorak gembira dan histeris terdengar dari bangku penonton. Walaupun hari ini adalah pertandingan basket remaja putri tetap saja tidak kalah seru saat remaja putra yang bermain. Semua itu karena memang mereka sudah cukup jago dan mampu membuat siapapun terkagum-kagum. Seorang wanita dengan rambut panjang terikat sedang berusaha membawa bola menuju Ring lawan namun hadangan terus terjadi. Hingga akhirnya bola mampu masuk ring namun membuat wanita bertubuh jangkung tersebut jatuh tersungkur karena melawan arus lawan. Priiiit suara wasit meniupkan peluit menggema. “Medis! Tania luka tolong” ucap wasit. Seorang pria bertubuh mungil datang berlari dengan membawa kotak P3K. Pertandingan mau tidak mau akhirnya dijeda terlebih dahulu. Tania telah dibawa ke pinggir lapangan dan pertandingan mulai berjalan kembali. “Aku enggak kenapa-napa Do” ucap Tania pada Rido yang sedang mengobati lukanya. “Iya aku tau, hati-hati bisa dong Tan. Kamu cewek masa banyak lecet di mana-mana” Tania cemberut “Terus kalau aku penuh luka kamu enggak suka aku lagi gitu?” ucap tania. Rido menempelkan plester pada dagu dan lutut Tania setelah itu Rido mengacak-acak rambut Tania “Aku bakal jadi plester kamu” ucap Rido. “Kalau sudah selesai diobatin bisa kalian pacarannya nanti dulu, pertandingan penting ini” ucap seorang pemain yang melipir sedikit ke pinggir lapangan. Tania berlari dan mendekati wasit menandakan dirinya sudah siap bertanding. Rido dan Tania jelas berbeda bahkan banyak yang meledek pasangan ini. Bagaimana tidak mereka memiliki tinggi badan yang berbeda dan Ridolah yang pendek disini. Namun Rido sudah bertekad, bahkan saat ia memutuskan untuk masuk ekskul PMR itu semua untuk Tania. Agar Rido dapat mendukung Tania selalu. Baca Juga Cerita Silat 2. Cerpen Remaja Persahabatan Selain kisah romantis ada juga cerpen remaja yang tidak kalah populer yaitu cerpen dengan tema persahabatan. Sehingga pembaca akan disuguhkan dengan kisah manis persahabatan para remaja. Berikut cerpen persahabatan remaja yang dapat dijadikan referensi membaca Cerpen Remaja Persahabatan Kita Belum Jadi Apa-Apa Dio sedang berjalan mengikuti Erwin dari belakang bahkan tidak mempedulikan saat Erwin mengoceh dan meminta Dio untuk berhenti mengikutinya. Hingga akhirnya mereka akrab dan Erwin mau menerima Dio sebagai temannya. Sehingga saat di sekolah ataupun pulang mereka selalu bersama. Dio selalu menemani Erwin berjalan menuju rumahnya yang tidak jauh dari terminal. Erwin bilang bahwa rumah Dio searah dengan terminal dan berjalan bersama Dio lumayan tidak membuat perjalanan merasa melelahkan walaupun cukup jauh. Hal itu terus berlanjut hingga pada suatu hari Erwin merasa curiga dengan Dio yang selalu tidak mau saat Erwin hendak menemaninya menunggu angkutan. Saat itu saat Erwin seharusnya pulang justru ia memperhatikan Dio dari jauh dan benar saja semua keanehan terjawab sudah. Dio menaiki sebuah mobil pribadi mewah yang berhenti tepat di terminal. Erwin sudah curiga sejak pertama kali Dio yang seperti anak orang kaya kenapa harus naik angkutan umum. Tentu saja Erwin marah dengan Dio yang membohonginya dan mereka bertengkar cukup hebat keesokan harinya. Saat itu ucapan Dio menyadarkan Erwin “Gue bukan mau nipu elo tapi gue benaran mau bersahabat sama elo Win” ucap Dio. “Kenapa anak orang kaya mau main sama anak pemulung kaya gue” Dio mendaratkan tonjokan tepat di wajah Erwin hingga ia jatuh tersungkur “Yang kaya itu orang tua gue sama yang pemulung itu orang tua elo, bukan kita. Saat ini kita belum jadi apa-apa. Gue tulus mau temenan sama elo yang juga tulus sama gue, enggak pernah manfaatin uang gue” Erwin menangis terharu mendengar sahabatnya yang selama ini rela berbohong dan jalan jauh demi bersamanya. 3. Cerpen Remaja Sedih Kisah sedih memang memiliki peminatnya tersendiri, walaupun tidak menyenangkan seperti cerpen remaja dengan tema romantis atau yang lainnya cerpen sedih juga sangat mampu mengaduk perasaan. Dimana pembaca akan dibuat terpuruk, marah dan terharu saat membacanya. Berikut cerpen dengan kisah sedih yang dapat dijadikan referensi Cerpen Remaja Sedih Seragam Reka Matahari masih malu-malu untuk bersinar, justru embun yang dengan mudahnya menyeruak membuat pagi itu terasa lebih gelap dan dingin. Terlihat seorang remaja laki-laki yang sedang menggosokkan punggung tangannya untuk memberikan sedikit kehangatan. Seragam putih birunya sama sekali tidak membantu membuat tubuhnya hangat. Namun ia masih bersyukur hujan tidak turun dan membuat seragamnya semakin kusam. Lampu lalu lintas terus ia perhatikan dengan sangat cermat sehingga tidak akan terlewatkan perubahan warnanya. Saat lampu berubah menjadi merah Reka berjalan menerobos lalu lintas untuk menjajakan koran. Tidak jarang terkadang Reka menerima penolakan, bahkan ada yang memberikan tatapan sinis padanya. Sebenarnya apa salahnya? Ini kan pekerjaan halal bukan mencuri ataupun hal buruk lainnya. “Woi Reka! Cepat lagi uda mau masuk” ucap seorang remaja yang mengenakan seragam putih biru seperti Reka yang lewat di depan Reka dengan motornya. Reka tersenyum “Iya, ini benar lagi gue nyusul” ucap Reka sembari menyusuri jalan yang mulai padat dengan kendaraan. Saat sudah di pinggir jalan Reka memasukkan sisa korannya ke dalam tas. Walau masih tersisa cukup banyak Reka harus bersyukur berarti hari ini sebesar inilah rezekinya. Koran sisa ini tidak dapat dijual lagi karena saat siang sudah tidak ada yang mencari koran. Sedangkan Reka tidak bisa melanjutkan berjualan karena jam masuk sudah mulai mendekat. Setidaknya hari ini adiknya di rumah bisa makan siang nanti setelah Reka pulang dari sekolah. 4. Cerpen Remaja Sekolah Kisah remaja saat bersekolah memang cukuplah unik-unik dan menarik untuk diceritakan. Berikut cerpen remaja sekolahan yang dapat dijadikan referensi membaca Cerpen Remaja Sekolah Kode Ujian Kegaduhan kelas tidak terlihat sama sekali, justru ketegangan dan kesunyian yang saat ini sangat terasa. Semua itu karena saat ini sedang ada ujian di sekolah dan tentu saja ini menjadi momen remaja paling diam saat KBM. Namun percayalah itu hanya yang terlihat dari luarnya saja tetapi aslinya justru menyimpan kegaduhan yang teramat sangat dan hanya dapat dimengerti oleh siswa-siswi sekolahan. Reno sedang asik menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, semua itu ia lakukan sengaja untuk memberikan sinyal pada temannya yang ada di belakang. Dimana jarinya akan terangkat menandakan butuh jawaban dari nomor sesuai jarinya. Marta yang melihatnya mulai membaca sinyal dan berdehem “Ehem, ehem, ehem” dimana 3 kali deheman menandakan jawaban adalah C. Haikal merebahkan kepalanya pada meja sembari berusaha memasang wajah seserius mungkin untuk membuat guru pengawas tidak mencurigainya. Setelah itu Haikal menoleh ke arah kiri tempat Reno duduk sembari membuka mulutnya tanpa suara yang hanya dapat dimengerti mereka. Reno yang mengerti memainkan jarinya kembali sembari mengacak-ngacak rambut dan memperlihatkan 3 jarinya menandakan jawaban C. Kertas-kertas kecil mulai dioper dari satu bangku ke bangku yang lainnya, tentu saja isi kertas tersebut adalah jawaban atas soal yang begitu banyaknya. Namun perlu diketahui para remaja ini sebenarnya menggantungkan nasib mereka dari teman ke teman tanpa tahu bagaimana akhirnya. Semua itu karena terkadang jawaban yang menyebar tidak diketahui asal usulnya dan apakah itu benar atau tidak. Saat ini yang terpenting adalah jumlah soal yang hampir 100 soal ini habis terisi, masalah jawaban di akhir saja dipikirkan. Toh nanti remedial bersama-sama juga. Namun hal ini tentu saja tidak dilakukan oleh semua remaja yang bersekolah masih ada mereka yang jujur dengan giat belajar dan mengerjakan semuanya sendiri. Tentu saja saat hasil keluar mereka yang menggunakan otak sendiri memperoleh nilai yang cukup memuaskan. Sedangkan yang bermain kode harus menyesuaikan kehokian, apakah setidaknya jawaban mereka bisa membuat nilai aman. Justru remedial bukanlah momok menakutkan karena tentu saja mereka akan melaluinya bersama-sama. Mereka semua belum sadar, dunia yang nantinya akan dihadapi tidak bisa dengan mudah diselesaikan hanya dengan kode saja. Baca Juga Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik Cerpen 5. Cerpen Remaja Religi Cerpen Remaja Religi Berbeda Tapi Sama oleh siti ismail liana Terlihat seorang pemuda yang sedang gelisah dalam duduknya diantara barisan shaf salat di dalam sebuah masjid yang tak terlalu besar itu. Dia sebenarnya sedang mengikuti salat shubuh berjamaah di masjid dekat rumahnya. Namun sekarang masih berdoa, sedangkan ia sudah sangat ingin beranjak pergi karena teringat akan kartun kesenangannya yang akan tayang sebentar lagi. Akhirnya pemuda itupun menyerah. Dengan segera ia mengubah posisinya untuk beranjak pergi. Sayangnya, ketika kakinya hendak melewati pintu keluar matanya tak sengaja menangkap suatu pemandangan yang aneh menurutnya. Dan jiwa-jiwa kekepoan-nya pun otomatis berkibar dengan semangat. Iya, pemuda itu ternyata termasuk dalam tipe orang yang memiliki tingkat ke-kepo-an yang sangat tinggi terkait dengan hal-hal yang baru dijumpainya. Lantas ia lupa begitu saja dengan acara kartun kesayangannya itu. Tanpa disadari, dia tetap berdiri mematung sambil terus mengamati seseorang yang menarik perhatiannya tadi. “Dek” “ah iya…” pemuda itu terkejut ketika seseorang yang diamatinya sedari tadi ternyata sudah berdiri tepat dihadapannya sambil melambai-lambaikan tangan di depan wajah linglungnya. Entahlah, mungkin pemuda itu terlalu banyak berpikir dan berspekulasi hingga lupa dengan keadaan di sekitarnya. “Kamu kenapa sih dek kok dari tadi liatin kakak terus, emangnya ada yang aneh sama kakak?” Pemuda yang lebih tua itupun mengeluarkan uneg-unegnya sedari tadi. Sorot matanya tajam menusuk lawan bicaranya. Sedang pemuda yang lebih kecil itupun terkesiap dan segera menyadari situasi yang sedang dihadapinya saat itu. “Ah, tenang dulu kak, aku ngga berniat aneh-aneh kok. Cuman aku ngerasa aneh aja dengan cara salatnya kakak.” Yang diajak bicara hanya menautkan alisnya bingung. Tak ada yang aneh kok, pikirnya begitu. Namun tiga detik kemudian ia baru menyadari hal apa itu. Sorot matanya berubah lembut. Dan ia malah mengajak pemuda yang lebih kecil darinya itu untuk mengobrol di taman samping masjid. “Jadi hal apa yang menurutmu aneh itu dek?” yang lebih tua memastikan apakah yang dipikirkannya itu benar. “Oh, itu kak. Kenapa tadi kakak mengangkat tangan seperti sedang berdoa, padahal kakak kan masih salat tadi. Memangnya boleh ya?” Nah, benar dugaannya. Ia tadi salat di lingkungan orang yang tidak menggunakan qunut ketika salat shubuh. Pantas saja anak ini sedari tadi memasang wajah penasaran terus. “Emmm, sebelumnya nama kamu siapa dek?” “Rio kak” “Oh, kelas berapa sekarang?” “Kelas 5 SD Kak.” “Hemm, Rio, kenalkan nama kakak Deka. Dan hal yang adek lihat tadi namanya membaca qunut. Kamu pasti belum pernah liat ya.” Rio pun hanya menganggungkan kepalanya saja sebagai guna merespon pernyataan Deka. “Wajar sih kalau kamu belum tau, masih kecil soalnya.” Tambah Deka lagi sambil tertawa kecil. “Kita itu sama Rio, sama-sama Islam kok. Ya meski kakak salatnya agak beda sama kamu, tapi intinya sama, kita menghadap Allah Swt. Kamu denger kakak ya, Islam di luaran sana itu jauh lebih baaaaaaaanyak lagi perbedaan-perbedaan yang bakalan kamu temui, nggak cuma sama kakak aja yang beda. Ada laki-laki yang suka pakai baju kaya gamis, ada yang nggak mau pake celana panjang di bawah mata kaki, perempuan yang pakai cadar kemana-mana, sampai perempuan yang ngga pernah pakai kerudung pas keluar rumah-pun itu tetap seorang muslim jika dia menyatakan diri sebagai penganut agama Islam. Dan yah, bagaimanapun cara beribadah mereka, kamu jangan pernah ya yang namanya menghina dan mengejek kebiasaan mereka lalu menganggap kalau cara yang kamu lakukan adalah yang paling benar.” Jeda sejenak, Deka mengambil nafas sekaligus mengamati reaksi dari Rio. Sedang Rio sendiri memberikan perhatiannya secara penuh kepada Deka sedari tadi. “Ya enggak lah Kak, ngapain juga aku ngehina, palingan juga aku kepoin aja kayak kakak gini.” Sambung Rio menanggapi Deka, karena ia belum memuka obrolan kembali. “Wahh sip sip, mantap Yo. Sekalian nambah wawasan juga itu biar tambah pinter. Nah, mereka itu punya dasar masing-masing gimana mereka beribadahnya Yo. Mudah kata, mereka punya panutan alias ustadz masing-masing gitu. Dan meskipun hasil pemikiran ustadz-ustadz itu berbeda tetapi sebenarnya intinya sama, bersumber dari al-Qur’an dan Hadits semua.” “Loh, kalo sumbernya sama kenapa hasilnya bisa beda Kak?” Rio pun mengeluarkan pertanyaan yang mengganjal di pikiran. Kedua alisnya menukik cukup tajam menunjukkan ketidakpahamannya. “Bisa kok. Misalnya nih Yo, kamu pas lagi main ternyata di sms sama ibuk kamu, terus disuruh buat beli gula waktu pulang. Tapi pas kamu mau tanya lagi sama ibukmu mau beli gula apa ternyata hp kamu udah nggak bisa nyala kehabisan batrai. Jadinya pas pulang main kamu beliin ibuk kamu gula pasir aja, soalnya itu yang kamu tau.” Si Rio ngangguk-ngangguk aja dari tadi sambil ngedengerin Deka cerita. “Eh ternyata, pas kamu kasih ke ibuk kamu, beli gulanya salah, bukan gula pasir tapi harusnya gula aren.” “Jadi yang salah ibuk dong kak, bukan aku.” Cerocos Rio langsung begitu Deka memberi jeda. Deka senyum aja denger itu sebelum dia ngerespon lagi. Ia menatap Rio dengan raut wajah yang serius. “Rio, bukan itu poin utamanya disini. Ibaratnya disini sms itu adalah satu-satunya petunjuk yang ada dan kita tidak bisa mendapatkan petunjuk yang lain lagi. Sehingga keputusan selanjutnya ditentukan oleh kamu, si pelaksana perintah itu. Nah begitu juga dengan Islam, oleh Allah Swt. kita diberikan petunjuk dalam bentuk al-Qur’an dan Hadits yang disampaikan melalui Baginda Rasulullah. Dimana sumber itu sudah paten dan setelah Rasulullah wafat tidak ada lagi yang bisa memberikan petunjuk. Sedangkan zaman terus bergerak dan situasi serta kondisi lingkungan pun begitu. Alhasil akan banyak cara beragama yang harus disesuaikan pula. Misalnya seperti masjid pada zaman Rasul dulu kan hanya beralaskan tanah, sedangkan sekarang masjid berlantai marmer, ber-AC, diberi sajadah juga, dan sebagainya. Dan yang paling berhak mengambil keputusan selanjutnya guna pedoman kita dalam beragama adalah ulama-ulama alias ustadz. Karena tidak semua muslim mampu melakukannya Yo. “Oooh, begitu ya kak.” Rio mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. “Iya Yo. Dan semua ulama yang berhak mengambil keputusan itu adalah orang-orang yang dipercaya, berilmu dan kompeten dibidangnya. Jadi kita sebagai orang awam yang tidak menguasai keilmuan semacam itu tidak boleh mempersalahkan yang berbeda dengan kita.” “O iya dong kak, pasti itu. Hehe.” Rio menjawab dengan antusias disertai cengiran lebar di wajahnya yang menggemaskan itu. Deka pun senyum menanggapinya, tak lupa tangan kanannya mengacak rambut Rio gemas. Tak berselang lama ia teringat dan segera melirik jam tangannya dan menyadari jika ia sudah cukup lama berbincang dengan Rio hingga matahari sudah sangat nampak cerah di pagi itu. “Nah Rio. Ngga terasa sekarang sudah siang, kakak harus segera pergi. Dan kamu harus siap- siap ke sekolah kan.” Terang Deka, ia ingin melanjutkan perjalanannya yang terhenti tadi. “Emm iya kak. Terimakasih banyak penjelasannya. Hati-hati ya dijalan.” Rio berdiri mengantarkan Deka hingga ke pinggir jalan raya. Ia terus sajamemasang senyum sambil melambai-lambaikan tangannya hingga Deka menghilang di ujung jalan. “Hahhh, sudah siang ternyata. Aku harus segera bersiap nih.” Gumam Rio sambil agak berlari untuk kembali ke rumahnya. Baca Juga Cerpen Tentang Persahabatan 6. Cerpen Remaja Horor Satu kisah yang sangat laris saat dijadikan cerpen adalah kisah horor yang di dalamnya terdapat kisah remaja juga. Sehingga kisah horornya tidak akan terlalu menakutkan karena terselip kisah ringan remaja. Berikut ceritanya yang dapat dijadikan referensi membaca Cerpen Remaja Horor Indigo Juga Manusia Terduduk diam seorang remaja putri di bangku belakang paling ujung. Semua itu karena dirinya berbeda dan masih banyak orang yang tidak menerima perbedaan itu. Lea sedang berusaha untuk tidak mempedulikan tatapan teman-temannya yang menatap aneh. “Alea Pramanda” Lea berdiri “Saya bu” ucap Lea. Seketika kelas menjadi gaduh dan menatap Lea dengan penuh kebingungan. Mata tajam yang sangat dingin memandangi Lea dari bangku guru “Anak baik, dipanggil ibu ya harus jawab ya” ucap wanita itu sebelum akhirnya matanya memelotot dan darah mulai mengalir dari mulutnya. “Lea duduk” ucap seorang guru yang baru saja membuka pintu. Namun terlambat, teman Lea yang ada di depan saat ini sudah kejang-kejang. Perlahan tapi pasti akhirnya semua murid berteriak histeris dan hanya menyisakan Lea dan guru yang baru datang. Lea ketakutan namun guru tersebut berusaha menenangkan “Lea tidak apa ibu di sini, kamu bisa bantu teman-temanmu? Sekali ini saja Lea tolonglah” Sebenarnya Lea tidak mau menolong mereka, beberapa minggu yang lalu Lea hampir dikeluarkan dari sekolah karena mereka yang berdemo dan menginginkan Lea pergi dari sekolah. Lea tidak pernah meminta untuk berbeda, Lea hanya ingin mereka tahu bahwa walaupun Lea seorang indigo, Lea tetaplah manusia. Langkah Lea yang perlahan menyelinap kerumunan teman-temannya yang sedang menjerit-jerit. Lea menghentikan langkahnya tepat pada sesosok makhluk yang selalu Lea benci, sesosok makhluk yang tidak tahu tempat dan hanya menyusahkan Lea. “Pergi!!!!” ucap Lea saat berada tepat di depan makhluk yang mampu menimbulkan kegaduhan satu sekolah. Tenaga Lea terasa terserap dan tubuhnya benar-benar lemas, akhirnya Lea jatuh pingsan tidak sadarkan diri karena kelelahan. Lea terkadang berharap matanya tidak terbuka lagi jika hanya untuk melihat mereka yang tidak sama dengannya. Rasanya sudah sangat lelah. Namun nyatanya Tuhan masih memberikan Lea umur panjang. Hanya saja yang berbeda saat ini, saat membuka mata ada beberapa teman di kelasnya yang menunggu Lea sadar dan mengucapkan terima kasih. Hati Lea terasa sangat hangat dan isak tangis tak tertahankan. Itulah beberapa cerpen remaja yang populer dan banyak peminatnya. Semua cerpen tentu saja memiliki pesan yang tersirat di dalamnya, semua tergantung bagaimana pembaca mengartikannya. Semua itu karena penulis cerpen saat ini pintar dalam mengaduk perasaan dan menyelipkan pesan dalam sebuah cerpen. Bahkan walaupun itu sebuah cerpen horor sekalipun. Cerpen Remaja

buatlah cerpen yang mengangkat kehidupan remaja